Pages

Tuesday, December 02, 2014

Filosofi John & Pencarian Makna-Makna Mendasar Tentang Kehidupan yang Khas Remaja

Judul buku: Looking for Alaska
Jumlah halaman: 288 halaman paperback
Penulis: John Green
Penerjemah: Sekar Wulandari
Tahun terbit: 17 Juli 2014 (Diterbitkan pertama kali tahun 2005)
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 6020307328 (ISBN13: 9786020307329)

Suatu hari, Miles Halter mengambil keputusan besar untuk hidupnya: meninggalkan Florida demi sebuah SMA berasrama yang “bagus” di Alabama, Culver Creek. Itu adalah sebuah sekolah superdisiplin agak membosankan, yang disesaki anak-anak berkemampuan akademik di atas rata-rata. Tidak diragukan jika anak-anak itu hampir selalu terkagum-kagum dengan segala bentuk kejahilan, kecuali Miles tentu saja.
Setidaknya di awal hari-harinya di Culver Creek, dia terobsesi dengan Kemungkinan Besar yang mungkin akan dia temui di tempat asing yang baru itu, sebesar obsesi uniknya terhadap kata-kata terakhir orang-orang terkenal sebelum mereka meninggal.
Sebelum datang ke sini, untuk waktu yang lama, saya berpikir bahwa cara keluar dari labirin adalah dengan berpura-pura labirin itu tidak ada, membangun dunia kecil yang mandiri di sudut belakang jaringan simpang-siur itu dan berpura-pura bahwa saya tidak tersesat melainkan berada di rumah. Tapi itu hanya membawa saya pada kehidupan yang sepi, hanya ditemani kata-kata terakhir orang-orang yang sudah mati, jadi saya datang ke sini untuk mencari Kemungkinan Besar, mencari teman-teman sungguhan dan kehidupan yang lebih berarti (halaman 275).
Di Culver Creek, Miles mendapatkan teman sekamar yang superjahil bernama Chip Martin yang menjuluki dirinya sendiri dengan Kolonel. Cowok Pendek itulah yang menjuluki Miles dengan Pudge, mempertemukannya dengan Alaska yang mengubah hidupnya, juga menjadi yang secara tidak langsung mengenalkannya pada rokok dan minuman keras. Kolonel kemudian menjadi pempimpin dalam aksi-aksi jahil yang melibatkan Miles, Alaska, dan Takumi. Miles “Pudge” Halter berayun di tengah belantara Culver Creek dalam ketidakterdugaan yang menjabarkan Kemungkinan Besar, yang dengan mentalitas kemudaan-nya, berusaha dia pecahkan dengan terbata. Jatuh cinta kepada Alaska Young adalah salah satu Kemungkinan Besar yang mengguncangnya dengan hebat. Hingga dia tidak yakin, masihkah dia berayun di antara pertanyaan-pertanyaannya, ataukah dia hanya tengah berjalan di dalam kenyataan dengan goyah. Hal itu terjadi, tepat sesaat setelah Alaska Young menghilang, dan tidak pernah ditemukan.
Setelah The Fault In Our Stars, karya-karya John Green—baik pendahulu The Fault In Our Stars, maupun buku-buku yang lahir setelahnya—satu demi satu akan mendapat perhatian lebih. Looking For Alaska adalah buku yang mungkin akan melahirkan gelitikan rasa nakal yang sukar ditahan-tahan dalam diri penggemar buku-buku bergenre young adult, yang tidak sabar ingin membandingkannya dengan The Fault In Our Stars yang fenomenal—meskipun sebenarnya buku ini telah lebih dulu terbit dari TFiOS. Secara umum, Looking For Alaska adalah kisah tentang remaja yang beranjak menuju pendewasaan fase awal, dengan segala polemik khasnya. John Green, dengan ambisius dan penuh rasa tanggungjawab, nampaknya tidak ingin menuliskan kisah remaja dengan terlalu banyak romansa dan kemarahan. Dengan cerdas dan dengan cara yang menyenangkan, novel ini mengemukakan pencarian makna-makna mendasar tentang kehidupan, penemuan nilai-nilai humanis dengan cara-cara emosional, dan pembentukan prinsip-prinsip fundamental untuk mendesain peta masa depan, yang diupayakan oleh remaja-remaja dengan karakter-karakter yang unik.
… karena kita semua berkumpul di sini untuk mengejar satu tujuan utama dalam sejarah: pencarian arti. Apa sifat alami manusia? Bagaimana cara terbaik menjadi manusia? Bagaimana kita bisa menjadi diri kita saat ini, dan apa yang akan terjadi pada kita ketika kita tak lagi ada? Singkatnya: apa peraturan permainan ini dan bagaimana cara terbaik memainkannya? (hal. 45)
… Bapak Tua membuatku menganggap serius agama. Aku tak pernah jadi orang yang religius, tapi ia mengajarkan kepada kami bahwa agama itu penting meskipun kita tidak menganut kepercayaan apa pun, sama seperti kejadian sejarah itu penting meskipun kita tidak hidup di dalamnya (hal. 45)
Ada kesenangan tersendiri ketika kita bisa larut di dalam sebuah kisah fiktif, dan ikut merasakan emosi tokoh-tokohnya. Inilah yang saya rasakan ketika membaca Looking For Alaska. Saya menyukai Alaska seolah-olah saya adalah Miles, tapi saya juga membencinya karena dia seorang gadis menyebalkan. Saya menyukai Miles yang cerdas dan menarik dan juga sangat tidak sempurna. Saya menyukai kebiasaan-kebiasaan unik mereka, yang nampaknya dengan itu semua, mereka menjadi otentik dan menarik. Saya merasa seperti berjalan di dalam kisah ini dan bergerak bersama-sama tokoh-tokohnya. Alurnya dinamis dan saya mengalami pengalaman membaca yang menyenangkan bersama Miles dan lingkungan barunya.
Kisah-kisah semacam ini hampir selalu mengemukakan kenakalan-kenakalan remaja, kisah cinta, hal-hal tentang perasahabatan, dan masalah-masalah khas sekolah. Hal ini juga akan kita temukan tanpa kesulitan dalam Looking For Alaska. Tapi semua tentu akan berbeda jika cerita itu dikemukakan lewat kepiawaian seorang John Green. Kecerdasan Green dalam menjalin cerita menuturkannya dengan tidak biasa adalah hal yang tidak selalu dipilih penulis buku-buku bergenre sama. Saya akan selalu mengagumi cara Green menyisipkan makna-makna pentingsaya menyebutnya teknik-menjejalkan-hal-hal-filosofis-tanpa-membuat-remaja-yang-malas-belajar-muntah-karena-serangan-kebencian-tidak-tertahankandalam novel-novelnya. Hal ini telah menjadi sentuhan khas Green yang akan selalu saya kenali bahkan ketika membaca salah satu ceritanya tanpa mengetahui nama penulisnya.
Selain gaya penulisan Green, hal menarik dan menyenangkan lain dari Looking For Alaska adalah karakter tokoh-tokohnya yang terasa sangat hidup, dan mudah disukai. Sesuatu yang biasanya sulit dirasakan untuk anak-anak muda yang senang membuat masalah. Dalam banyak hal, Miles, Chip, Alaska, dan Takumi, adalah remaja yang sangat familier. Mereka terasa seperti teman sekelas yang berbagi camilan atau buku paket sekolah denganmu, seperti cowok dari kelas sebelah yang reputasinya dalam hal-hal baik dan buruk sekaligus sering kaudengar setiap kali kau berjalan menuju kantin sekolah atau ruang guru, atau terasa seperti cewek pintar yang digilai banyak cowok dan dibenci banyak cewek tapi anehnya kau menyukainya dengan diam-diam. 
          Tantangan terbesar untuk menyampaikan kisah-kisah dengan misi seperti ini kepada remaja adalah, jika yang menulisnya adalah orang dewasa, dan jika penulisnya yang orang dewasa itu tidak terlalu menyukai remaja yang nakal. John Green adalah orang dewasa, tetapi saya kira, remaja-remaja yang mengenalnya, akan sangat mencintai dia.
         Jika kamu pembaca buku-buku bergenre young adult yang segar, cerdas dan sedikit tidak biasa, Looking For Alaska adalah buku yang wajib masuk daftar buruanmu dalam waktu dekat.
Kredit gambar

2 comments:

  1. Adding this to my wishlist, I event went for a giveaway to get this but I failed and still got 2nd place. Nice review :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. ^_^ So much impressed by TFiOS, I decided to hunt every single translated-version of Green's superrior artworks.
      Thanks a bunch, by the way, Mbak Oky .... ^_^

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...