Pages

Monday, December 22, 2014

Sebuah Panduan Relijius Menjatuhcintai & Menyikapi Patah Hati

Judul buku: Kitab Cinta & Patah Hati
Jumlah halaman: 384 halaman
Penulis: Sinta Yudisia
Penyunting: Mastris Radyamas
Tahun terbit: Juni 2013
Penerbit: Indiva Media Kreasi
ISBN13: 9786028277990
 

Jatuh cinta, telah menjadi tidak saja frasa istimewa yang langsung memancing perhatian dan rasa ingin tahu setiap orang, tetapi juga telah diterima sebagai aktivitas batiniah yang lazim dan termaklumi. Siapa pun, makhluk mendewasa di planet ini, telah sangat familier dengan jatuh cinta. Rasa kagum, suka, cinta, sayang, terjadi begitu alami dan tidak terduga, sehingga seringkali tidak disadari, bahwa hal ini tidak sesederhana yang terasa. Siapa sangka, jatuh cinta bisa begitu kompleks dalam penjabaran filosofis dan keilmuan, demi memaknainya secara utuh, benar, dan bijaksana. Sinta Yudisia, dalam Kitab Cinta & Patah Hati, mengajak kita menelaah cinta dari muasal yang paling akar, hingga integralnya yang kompleks dan rumit.
Cinta awalnya penderitaan, dan akhirnya adalah kesungguhan.
Mengungkapkan cinta itu mudah. Tetapi menyiangi, memelihara, dan memupuknya, membutuhkan kesungguhan. …Bagaimana kita bisa mencintai seseorang yang sedemikian asing? Bagaimana berbagi bersamanya? Bagaimana mendahulukan kepentingannya dan menahan kepentingan pribadi? Bagaimana menerima kekurangan dan berusaha memperbaiki atau melengapi ketidaksempurnaannya? (hal. 17).
Kitab Cinta & Patah Hati, terbagi dalam dua pokok besar pembahasan: Cinta dan Patah Hati, yang masing-masing terbagi dalam beberapa subpokok bahasan. Dalam bahasan Cinta, Sinta Yudisia berupaya mendefinisikan cinta dari beragam sudut pandang. Mulai dari segi Bahasa, budaya, hingga pandangan teologis. Sinta Yudisia lantas mengajak kita mengenali perasaan personal kita yang terdalam untuk mendeteksi cinta. Ini adalah bagian yang menarik. Karena Sinta Yudisia bahkan mengemasnya dalam item-item kuesioner. Lalu ada pula pembahasan familier yang sudah kita temukan di kelas biologi sekolah menengah atas: organ yang memengaruhi pengiriman impuls untuk memicu rasa senang dan suka, perilaku cinta, pemaknaan akan cinta sejati, teknik menaklukkan cinta, nasehat untuk menemukan, menjalani, dan mempertahankan cinta sejati. Lalu pada akhirnya, mengikrarkan tekad untuk mencari cinta sejati. Sebagai pelengkap, Sinta juga mengisahkan lagi kisah-kisah cinta yang mensejarah dari tokoh-tokoh terkenal dalam drama-drama atau hikayat-hikayat cinta dunia.
Cinta merangkum sekian banyak ekspresi dan emosi, hingga tak mudah mendefinisikan kecamuk: resah, gelisah, gulana, waswas, khawatir, cemburu sekaligus bahagia, kegembiraan kanak-kanak, optimism, dan keriangan yang kadang tak terkendali.
Mereka yang merasakan cinta melihat warna hidup lebih berbeda. Mendung bukan kelabu, namun pertanda hujan. Hujan bukanlah basah kuyup, tapi aura romantisme. Panas tidaklah terik, namun rasa hangat yang melempangkan waktu untuk bertemu. Lelah bukan pertanda letih, sebaliknya, ujicoba kesungguhan kesetiaan (hal.21).
Pokok bahasan Patah Hati adalah pokok bahasan yang meskipun tidak diinginkan siapa pun untuk dialami, tapi mau tidak mau, akan memancing rasa ingin tahu yang membuncah-buncah. Seperti kopi yang dituangkan dengan berlebihan. Pahit dan manis yang meluah hingga ke tanah. Berani jatuh cinta, berarti harus berani menghadapi konsekuensi mengalami patah hati. Dalam beberapa tahun terakhir, media sosial kita adalah wadah ekspresi kegalauan yang cukup menarik perhatian. Tapi buku ini telah hadir untuk menjadi semacam panduan kecil untuk meredakannya.
Manusia merasa gagal mempertahankan ikatan cinta padahal dia telah berusaha sekuat tenaga mempertahankan. Pertanyaan-pertanyaan yang bernada menyalahkan diri sendiri seperti ‘Apakah aku kurang cantik?’, ‘Apakah aku kurang perhatian?’, ‘Apakah ada orang lain yang lebih special?’. Beragam pertanyaan dan pernyataan negated sering muncul seiiring peristiwa kehilangan cinta. Begitupun, pertanyan dan pernyataan negative tentang si dia muncul: ‘Ternyata betul, lelaki tidak setia’, ‘Perempuan sekarang ‘matre’ semua’, ‘Tak satu pun manusia di  dunia ini pernah jujur terkait cinta’.
Menerima dengan sadar apa yang terjadi tanpa embel-embel sikap negative adalah langkah pertama penyembuhan. ‘Yam hubungan cinta ini telah berakhir. Aku frustrasi. Tapi kutetapkan, tak akan menjadi rasa sakit yang berkepanjangan ’ (hal. 293).
Bab ini mengetengahkan banyak tips yang patut dicoba ketika patah hati melanda. Sinta Yudisia telah mengemasnya dalam arahan-arahan ala bimbingan konseling personal, disajikan dengan runut, dan Bahasa yang ringan serta mudah dicerna. Tidak hanya tentang bagaimana menyikapi patah hati, tetapi juga, bagaimana harus memulai lagi. Bagaimana mengobati patah hati. Jatuh cinta lagi, tanpa takut.
Sakit hati akibat patah hati dapat berimbas pada kelelahan mental, bila tak terjatuh pada gangguan mental yang berlanjut seperti frustrasi dan depresi. Andai berlarut, si pemiliknya tak segera berinisiatif mengobati sakit patah hati, semangat hidup akan goyah. Tak memiliki semangat bersaing, berprestasi, bahkan sekadar menjalani hidup sebagai seharusnya (hal. 315).
Untuk patah hati, Sinta tidak saja menawarkan solusi ruhiyah, melainkan juga solusi psikologis yang berharga. Dan di akhir, seperti halnya pada bahasan Cinta, Sinta Yudisia juga sudah memilihkan kisah-kisah patah hati yang bisa disarikan hikmahnya untuk kita.
Kitab Cinta & Patah Hati saya rekomendasikan untuk para remaja yang baru mulai menumbuhkan cinta, dan para orang tua, sebagai salah satu bahan rujukan mendampingi putra-putri mereka menjalani fase jatuh cinta dan patah hati. Saya berharap, akan selalu ada buku-buku seperti dalam deret referensi yang mengayakan kita secara rohani dan keilmuan. Sebuah panduan relijius menjatuhcintai dan menyikapi patah hati dengan bijaksana.

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...