Pages

Saturday, January 31, 2015

Kritik Psikososial Salinger dengan Cinta dan Perang

Judul buku: Demi Esme dengan Cinta dan Kesengsaraan
Jumlah halaman: 68 halaman paperback
Penulis: J.D. Salinger
Penyunting: Anton W.P.
Tahun terbit: January 2014
Penerbit: BukuKatta
ISBN13: 9789791032766

Demi Esme dengan Cinta dan Kesengsaraan berisi dua buah cerpen karya J.D. Salinger, yang termaktub dalam buku kumpulan cerpennya: Nine Stories, diterbitkan oleh The New American Library pada tahun 1962. Kedua cerpen tersebut adalah Demi Esme dengan Cinta dan Kesengsaraan dan Hari yang Sempurna Bagi Bananafish.
Demi Esme dengan Cinta dan Kesengsaraan berkisah tentang seorang pensiunan tentara yang, suatu hari, menerima undangan pernikahan dari gadis yang dikenalnya enam tahun sebelumnya. Gadis itu bernama Esme. Dia melihatnya untuk pertama kali ketika Esme sedang berlatih paduan suara di gereja dan sang Tentara sedang mampir untuk berjalan-jalan di waktu senggangnya. Pertemuan tak disengaja itu berlanjut dengan pertemuan tak disengaja berikutnya di sebuah kedai. Pertemuan itu kemudian berlanjut dengan obrolan yang diinisiasi oleh Esme. Sebuah obrolan yang intens, yang menimbulkan ketertarikan di antara keduanya.
           Esme adalah gadis yatim piatu yang menarik, cerdas dan penuh rasa ingin tahu. Di pertemuannya dengan sang Tentara, Esme berhasil membuat lelaki itu berjanji untuk membuatkan sebuah cerita pendek untuknya.
“Saya sangat tersanjung jika Anda menulis sebuah kisah secara khusus untuk saya suatu hari nanti. Saya gemar membaca.”
“Tentang apa? Tanyaku seraya bersandar ke depan.”
“Kesengsaraan. Saya sangat tertarik dengan kesengsaraan.” (hal. 21)
Aku mengucapkan terima kasih dan mengatakan beberapa kata lainnya, lalu melihatnya meninggalkan kedai teh itu. dia melangkah perlahan dengan tepekur, meraba ujung rambutnya untuk mengetahui apakah sudah kering (hal. 25).
Dan, di akhir pertemuan pertama mereka, Esme berjanji akan mengirim surat kepada sang Tentara.
Demi Esme dengan Cinta dan Kesengsaraan adalah cerita pendek yang ditulis dengan mengabaikan unsur-unsur kelaziman sebuah cerita. J.D. Salinger menunjukkan ketengilannya dengan menulis cerita ini sesuka hatinya. Dia memulai dengan monolog sang Tentara dalam sudut pandang aku-an, lalu mem-flashback ceritanya ke masa lalu—masa ketika dia bertemu Esme, lalu berpindah ke masa setelah perang, ketika surat Esme datang padanya selang beberapa waktu kemudian, lalu mengakhiri ceritanya di sana.
Segmen yang mengisahkan kehidupan keseharian sang Tentara pasca-perang, merupakan cerita pendek yang pernah dijanjikan sang Tentara untuk Esme. Segmen ini menunjukkan perubahan yang terjadi pada tokoh sang Tentara. Perang sudah mengubah hidupnya. Sang Tentara telah menjadi seseorang yang, dia kutip dari perkataan Esme, lalu dia sebut sebagai seorang yang menanti kesempatan untuk kembali menjadi seorang dengan seluruh kemampuan utuh. Di sanalah kisah ini berakhir. Dalam segmen-segmen cerita-pendek-untuk-Esme, yang membuat akhir kisah ini seperti terjebak dalam sebuah bingkai. Saya menyukai cara J.D. Salinger bermain-main dengan cerita ini. Hal itu seolah menegaskan kekuatannya sebagai tuhan kecil untuk cerita rekaannya. Meski hal itu akan terasa aneh. Ini pertama kalinya bagi saya, menemukan sebuah kisah flashback yang tidak pernah kembali kepada garis waktu di mana penuturnya memulai cerita. Sangat jelas, bahwa cerita ini menumpukan bobotnya di akhir cerita. Yang tidak saja mengandalkan keliaran penulis dalam menciptakan desain unik dalam plot cerita, tetapi juga karena kisah ini diakhiri dengan banyak dugaan tentang hal yang sudah menimpa sang Tentara—yang nampaknya menjadi alasan bagi keengganannya memutuskan hubungan dengan Esme begitu saja.
Lalu, tentang Hari yang Sempurna Bagi Bananafish. Kisah ini dibuka oleh kehadiran seorang wanita cantik yang sangat memperhatikan penampilan, bernama Muriel Glass—Glass adalah nama keluarga suaminya. Muriel sedang bepergian bersama suaminya, Seymour Glass, dan membuat ibunya sangat khawatir. Percakapan terburu-buru—dan sering terpotong karena disela pihak lainnya—antara Muriel dengan ibunya di telepon menyibak rahasia tentang Seymour Glass, yang membutuhkan penanganan seorang psikiater. Ibu Muriel tampak sangat ketakutan dengan menantunya, sedang Muriel sendiri sangat percaya terhadap suaminya.
Cerita pendek ini terbagi dalam tiga segmen. Segmen pertama didominasi oleh percakapan telepon antara Muriel dengan ibunya, yang berusaha mengungkap detil tentang abnormalitas Seymour Glass, sekaligus menyembunyikannya. Lalu, segmen kedua menampilkan Seymour Glass yang tampak seperti lelaki normal—dia berjemur di pantai, bermain dengan seorang gadis kecil yang menghampirinya—sehingga anggapan Ibu Muriel bahwa lelaki itu bisa membahayakan nyawa anaknya terasa terlalu berlebihan. Dan, segmen ketiga, adalah klimaks sekaligus penutup kisah ini, yang menyisakan banyak tanda tanya—sehingga cerita ini terasa baru benar-benar dimulai setelah ia berakhir. Yakni segmen ketika Seymour kembali ke kamar hotel dan menemukan istrinya sedang tertidur, lalu melakukan sesuatu yang akan menjawab satu teka-teki dan sekaligus memunculkan teka-teki lain dengan serta merta.
Hari yang Sempurna Bagi Bananafish adalah kisah tentang seorang lelaki yang mengalami tekanan sepulangnya dari peperangan. Dia kembali dengan tekanan baru, menemukan negaranya tenggelam dalam hedonisme dan materialistik. Para perempuan membahas gaun dan perhiasan dalam pesta-pesta penuh minuman dan kemabukan. Lebih mengerikan lagi, Seymour Glass, menemukan istrinya telah menjadi bagian dari kegilaan itu. Anehnya, sepanjang cerita berlangsung, Seymour Glass dan istrinya tidak sekali pun terlibat kontak. Seymour Glass menjadi terlalu sensitif dan paranoid dengan pandangan mata yang mengarah kepadanya. Dia lebih nyaman bermain dengan anak-anak, mengarang cerita khayalan. Meski gejala mental Seymour Glass tidak teridentifikasi secara gamblang, tapi pembaca akan memahami bahwa hal itu disebabkan oleh trauma perang yang dialaminya. Konon, cerita pendek ini menginspirasi Salinger dari pengalamannya ketika tergabung sebagai tentara.
Hari yang Sempurna Bagi Bananafish terus dibahas di kalangan kritikus sastra. Ada banyak upaya untuk menginterpretasikan hal-hal yang dianggap simbolik dalam karya ini. Seperti misalnya, frasa ‘see more glass’—yang sengaja tidak diterjemahkan dalam novella iniyang diucapkan Sybil untuk menyebut Seymour Glass, juga bananafish, makhluk khayalan ciptaan Seymour Glass dalam kepalanya. Tapi secara keseluruhan, cerita  pendek ini adalah upaya kritis Salinger terhadap gejala psikososial yang melanda kotanya pascaperang. Dan dia menghabiskan waktu yang cukup panjang untuk memoles cerita ini hingga akhirnya dimuat oleh media terkemuka di Amerika.
Demi Esme dengan Cinta dan Kesengsaraan adalah karya klasik yang layak dikenang. Peninggalan seorang sastrawan beraliran impresionis yang mencoba mengkritik situasi sosial di masanya, dalam konteks cinta dan perang yang selalu menimbulkan kepedihan. 
kredit gambar

2 comments:

  1. Dan yang oke dari buku ini, maksudnya begitu terselubung hingga harus diresapi dahulu untuk mengetahui apa sebenarnya yang tjoba "diocehkan" oleh si penulis.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyup. Pak JD Salinger, nampaknya, seperti juga Pak Hemingway, senang bermain dengan simbol-simbol :)

      Delete

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...