Pages

Sunday, November 16, 2014

Sebuah Distopia Tentang Dunia yang Seragam

Judul buku: The Giver 
Jumlah halaman: 232 halaman
Penulis: Lois Lowry
Penerjemah: Ariyantri E. Tarman
Tahun terbit: 18 Agustus 2014
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN: 6020306682 (ISBN13: 9786020306681)
Penghargaan sastra: Newbery Medal (1994), Mythopoeic Fantasy Award Nominee for Children's Literature (1994), School Library Journal Best Book of the Year, Golden Duck Award for Hal Clement Award for Young Adult (1994), Booklist Editors' Choice (1994) Garden State Book Award for Teen Fiction Grades 6-8 (1996), Rebecca Caudill Young Reader's Book Award (1996), Buckeye Children's Book Award for Grade 6-8 (1997), Grand Canyon Reader Award for Teen Book (1995), Golden Sower Award for Young Adult (1995), Sequoyah Book Award for YA (1996), Pacific Northwest Library Association Young Reader's Choice Award for Senior (1996), Horn Book Fanfare (1994), New Mexico Land of Enchantment Award (1997), Wyoming Soaring Eagle Nominee (1996), Regina Medal (1994), William Allen White Award (1996), Wyoming Indian Paintbrush Nominee (1996)
Harga beli: Rp.33.600 dari Kobu (15 September 2014)

Mereka menyebutnya komunitas. Sebuah dunia yang begitu tertata dan berjalan dalam pengawasan yang tanpa luput. Jonas, Sang Terpilih adalah bagian dari komunitas itu. Dia memiliki keluarga yang sempurna: ayah yang baik, ibu yang cerdas, dan seorang adik perempuan yang lucu dan ceria. Jenis keluarga yang dimiliki semua orang di komunitas. Dunia Jonas sangatlah nyaman dan tampak menyenangkan. Sebuah dunia masa depan yang tanpa rasa sakit dan tak mengenal emosi.
Sampai di suatu Desember, ketika Jonas menjadi Dua Belas, dan mendapatkan Penugasan. Jonas terpilih menjadi Sang Penerima Ingatan. Dia mulai merasakan rasa sakit. Jonas tidak lagi—karena memang tidak boleh lagi—mendapatkan perawatan atau pengobatan untuk setiap kesakitannya. Baik luka fisik, maupun setiap dorongan yang dia rasakan. Dia mulai meninggalkan dunia hitam-putih-nya dan akhirnya bisa melihat warna. Perlahan dia mengenali beragam emosi. Tetapi yang paling menyakitkan adalah, Jonas menanggung semua kesakitan itu sendirian. Dia tidak boleh menceritakan apa pun kepada siapa pun, termasuk keluarga dan sahabat terbaiknya, Asher. Menjadi Penerima Ingatan telah membuat Jonas kehilangan masa bermainnya yang menyenangkan, dan waktu-waktu berharga dengan sahabatnya.
Suatu hari, Jonas akhirnya mengetahui apa arti pelepasan. Dalam komunitas, setiap anggota komunitas yang mengalami ketidakteraturan tak terselamatkan atau dengan kata lain, mengganggu keseimbangan hidup dalam komunitas, akan dilepaskan. Bayi-bayi yang selalu rewel di tengah malam, anggota komunitas yang tidak bersedia mematuhi aturan, dan para lansia yang makin tidak berdaya dari hari ke hari. Mereka akan dilepaskan. Suatu hari, setelah Jonas menerima cukup banyak ingatan tentang kehidupan masa lalu dari Sang Pemberi, ketika dia akhirnya menyadari makna dilepaskan, dia pun merasa tidak bisa tinggal diam.
Dia anehnya tidak merasa takut atau menyesal meninggalkan komunitas. Tetapi dia merasakan kesedihan mendalam lantaran harus meninggalkan teman terdekatnya. Karena pelariannya berbahaya, dia tahu dia harus sepenuhnya hening; tetapi dengan segenap hati dan pikiran, dia berseru dan berharap bahwa dengan Kemampuan Mendengar Lebih, Sang Pemberi akan tahu Jonas sudah mengucapkan selamat tinggal (halaman 196).
Ini adalah sebuah buku dengan premis yang luar biasa cemerlang. Apalagi jika mengingat bahwa buku ini pertama kali diterbitkan dua puluh satu tahun silam. Masa ketika kemampuan menciptakan gagasan-gagasan orisinal yang liar tidak dimiliki banyak orang. Sebuah premis yang menyentak, yang lahir dari spekulasi tentang kehidupan yang seringkali tidak lagi kita pertanyakan setelah kita telah merasa begitu aman dan nyaman.
The Giver adalah sebuah distopia tentang hilangnya ingatan. Tentang sebuah dunia yang didesain dengan begitu monoton dan seragam. Tentang penjara bernama kenyamanan. Tentang sebuah zaman yang dengan sengaja ingin menghapus sejarah peradaban. Sebuah upaya pelupaan tentang masa lalu yang penuh warna, serta kesakitan karena cinta dan perang. Jonas, dengan keluguan jiwa mudanya, perlahan merasakan bahwa ada yang salah dengan komunitas mereka. Dunia mereka. Jonas adalah representasi dari pemuda yang selalu mempertanyakan segala sesuatu, bertindak dalam gelora impulsif yang berbahaya. Tapi terkadang, hal demikianlah yang dibutuhkan untuk sebuah perubahan yang berarti.
Ada beberapa gagasan yang menyentak dari The Giver. Tentang keluarga yang didesain oleh keputusan komunitas. Saya bertanya-tanya, bagaimana jadinya jika suatu ketika, cinta tidak lagi menjadi dasar pelestarian manusia? Juga tentang penugasan bagi setiap anggota komunitas. Tugas sebagai Ibu Kandung sangat menarik perhatian saya. Ibu Kandung ini difasilitasi dengan baik, dipersiapkan untuk melahirkan anak yang sehat. Yang setelah masa produktivitasnya menurun, akhirnya hanya menjadi pekerja kasar. Saya pun tidak bisa menutup-nutupi pertanyaan yang melintas di benak saya, mungkinkah di suatu ketika, menjadi Ibu Kandung tidak lagi memuliakan hidup seorang perempuan? Bergesernya nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat modern hari ini, membuat seolah gagasan-gagasan di atas terasa begitu mungkin terjadi.
Yang unik dari The Giver adalah, alurnya yang terasa begitu lambat sehingga nyaris membosankan di awal—andai saja tidak mengingat rasa penasaran yang memunculkan beragam pertanyaan. Lalu perlahan, pembaca akan menyadari, bahwa demikianlah Dunia Jonas. Ia adalah sebuah dunia di mana waktu terasa bergulir dengan lambat. Komunitas Jonas berjalan tanpa riak yang berarti. Sebatang kehidupan tanpa pergolakan.
Selain itu, keunikan juga terletak pada akhir kisahnya yang mengundang beragam interpretasi. Lois Lowry dengan kerendahan hatinya, mengundang pembacanya untuk menciptakan akhir kisah versi mereka sendiri-sendiri. Dan ia belum sekali pun menyalahkan satu dari sekian banyak akhir kisah yang ditulis pembacanya. Seolah menegaskan bahwa apa pun akhir yang mereka pilih, mereka akan selalu benar.
Buku yang telah meraih sederet penghargaan ini, telah diadaptasi dalam film layar lebar yang dirilis Oktober silam. Sebuah distopia yang penuh renungan, sangat layak melengkapi koleksi buku-buku bagus Anda di rumah.
kredit gambar

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...