Judul buku: For One More Day
Penulis: Mitch Albom
Jumlah
halaman: 248 halaman
Penerjemah: Olivia
Gerungan
Penerbit:
Gramedia Pustaka Utama
Tahun
Terbit: 2012 (cet. III; terbit pertama kali tahun 2004; diterbitkan di
Indonesia pertama kali tahun 2007)
ISBN:
978-979-22-9022-6
Ini kisah sebuah keluarga dan, karena ada keterlibatan sesosok hantu, kau bisa menyebutnya cerita hantu. Tapi semua keluarga adalah sebuah cerita hantu. Mereka yang telah meninggal, tinggal duduk di meja kita lama setelah mereka pergi.
Dengan monolog itulah Mitch Albom membuka ceritanya tentang
bagaimana akhirnya dia menemukan For One More Day. Kisah
ini adalah kisah hidup seorang lelaki bernama Charley Benetto
yang ditemukannya
secara tidak sengaja. Meski demikian, kisah ini sama sekali tidak tampak
seperti memoar. Mitch telah menjalinnya dengan gaya fiksional yang menawan dan
sangat emosional. Bagaimanapun juga, setiap cerita keluarga adalah sebuah
cerita yang akan selalu emosional.
Semua ini bermula dari kematian ibunya. Charley merasakan dirinya
hancur secara perlahan. Dia bergantung pada minuman keras dan lambat laun
kehilangan keluarganya. Bisbol yang begitu dicintainya tidak mampu
menyelamatkannya dari kehancuran itu. Dia beberapa kali dipecat, karena
ketahuan mabuk-mabukan. Usia memakan ketangkasannya—hal yang di usia mudanya
adalah kebanggaan tertingginya—di lapangan. Investasinya hancur. Pernikahannya
pun sama. Bahkan puterinya tidak menginginkan kehadiran dirinya di hari
pernikahannya.
Di masa kanak-kanaknya, Charlie adalah Anak Ayah. Dia mematuhinya, membiarkannya mendesain dirinya,
mati-matian berusaha mendapatkan cintanya. Tapi apa yang dia dapatkan? Tidak
ada. Tidak ada cinta untuknya. Tetapi ibunya punya. Seperti yang dimiliki
setiap ibu. Tapi dulu Charley mengabaikannya. Ibunya yang cantik, ceria, selalu
tahu caranya bersenang-senang, selalu mengiriminya surat, dan tidak diragukan
lagi, selalu membelanya di saat-saat yang paling dia butuhkan—meski dia selalu
tampak tidak memerlukannya, akhirnya tiada. Lalu mendadak dunia Charley kiamat.
Di hari pernikahan putrinya, Charley menyusun rencana bunuh diri. Sialnya, dia
tidak mati. Dia lalu pulang ke rumah lamanya, rumah masa kanak-kanaknya dan
menemukan ibunya, masih sama seperti saat terakhir kali dia meninggalkannya di
pesta ulang tahunnya yang ketujuh puluh sembilan.
Dia membentakku. Dia menghukumku. Tapi dia menyayangiku. Dia sungguh menyayangiku. Dia menyayangiku waktu aku jatuh dari ayunan. Dia menyayangiku waktu aku menginjak-injak bunganya dengan sepatu berlumpur. Dia menyayangiku bahkan waktu aku muntah dan ingusan dan dengan lutut berdarah. Dia menyayangiku saat datang dan pergi, pada saat-saat terburuk dan terbaik. Dia memiliki sumur rasa sayang yang tak berdasar buatku (hal. 44).
For One More Day adalah
kisah epik karya Mitch Albom tentang dunia retak seorang anak lelaki, cinta
seorang ibu yang sejati, dan kesempatan kedua yang ajaib. Dituliskan dengan alur
flashback, For One More Day membentangkan
kehidupan Chick Kecil, Chick Dewasa Dengan Ibu, dan Chick Dewasa Tanpa Ibu. Dan bab-bab kisah
itu diselingi dengan bab pendek berjudul “Saat-Saat
Ketika Aku Tidak Membela Ibu” dan atau “Saat-Saat
Ketika Ibu Membelaku”, yang ditulis dengan sederhana dan apa adanya, namun
sangat menyentuh.
Bab demi bab menerakan metamorfosa Chick. Betapa momen demi momen
dalam kehidupannya mengubahnya secara perlahan dan membentuk dirinya sebagai
pribadi yang bingung dan goyah di hari tuanya. Pengabaian oleh ayahnya,
perceraian kedua orangtuanya, pengasingan sosial ibunya oleh teman-teman ibunya
karena status jandanya, dan pandangan orang-orang di sekitarnya tentang
keluarganya. For One More Day juga memuat beberapa kutipan dokumen-dokumen
pribadi milik Chick Benetto, seperti pesan dari putrinya, surat-surat kecil
ibunya yang ditulis untuk Chick Kecil, hingga kutipan puisi milik Charles
Hanson Towne.
Kisah-kisah keluarga semacam ini rasanya adalah kisah semua orang.
Sehingga tidak sulit bagi kita untuk sesekali, bahkan seringkali, menemukan
diri kita di dalamnya. Diri kita sebagai anak, sebagai calon orang tua, sebagai
ibu, sebagai ayah. Selama membaca buku ini, saya hampir mampu menjangkau
titik-titik renungan tertinggi untuk mengembalikan saya kepada kemurnian jiwa
kanak-kanak yang pernah saya miliki. Jiwa yang hanya berpikir tentang membagi
kasih sayang terbesar kepada setiap orang, jiwa yang tidak memiliki ruang untuk
rasa benci barang satu inchi pun.
For One More Day adalah buku yang harus dibaca
semua orang, terlebih jika mereka adalah orang-orang yang merasa telah hidup
begitu lama dengan harapan dapat memperbaiki hal-hal yang sudah lama berlalu
dari kehidupan mereka, dengan harapan tidak terukur tentang kesempatan kedua
yang tidak selalu datang kepada setiap orang.
kredit gambar |
No comments:
Post a Comment