Pages

Monday, November 10, 2014

Sarah, Victor, & Sang Penjaga Waktu


Judul buku: The Time Keeper

Jumlah halaman: 312 halaman paperback

Penulis: Mitch Albom

Penerjemah: Tanti Lesmana

Tahun terbit: November 2012 (cet. IV: Agustus 2014)

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

ISBN: 978-602-03-0714-5 
Seorang lelaki duduk sendirian di dalam gua.
Rambutnya panjang. Jenggotnya mencapai lutut. Dua tangannya menopang dagu.
Kedua matanya dipejamkan.
Mendengarkan sesuatu. Suara-suara. Suara-suara yang tak ada habisnya. Yang melayang dari sebuah kolam di pojokan gua.
Suara manusia-manusia di Bumi.
Hanya satu yang mereka inginkan.
Waktu (hal. 1)
Tersebutlah Dor, anak lelaki pendiam yang menemukan alat hitung waktu sederhana. Ia beranjak dewasa dengan mengembangkan temuannya. Tetapi suatu hari, ketika metodenya belum lagi sempurna, istrinya menderita sakit keras dan tidak tertolong. Dor tidak menerima kenyataan itu. Dia, dengan kedua tangannya yang begitu tekun menghitung waktu, akan melakukan sesuatu terhadap waktu.

Dengan sudut pandang yang tidak biasa, Mitch Albom sekali lagi, mengemukakan keajaiban yang begitu dekat dengan kita. Waktu. The Time Keeper berkisah tentang manusia yang menginginkan lebih banyak waktu dan yang ingin mempersingkatnya untuk memanipulasi kehidupan. Tetapi waktu memiliki aturan mainnya sendiri. Ia mengendalikan, bukan dikendalikan.

Ketika manusia semakin terobsesi dengan jam-jamnya, kesedihan akibat waktu yang telah hilang menciptakan kekosongan permanen di hati manusia. Orang-orang menyesali kesempatan-kesempatan yang terlewat, hari-hari yang terbuang sia-sia; mereka terus-menerus mencemaskan berapa lama mereka akan hidup, sebab mau tak mau dengan menghitung momen-momen kehidupan, mereka jadi menghitung waktu yang tersiksa (hal. 89)
The Time Keeper menampilkan tokoh-tokoh yang familier dalam keseharian kita. Ada Sarah Lemon, seorang siswi SMU yang jatuh cinta lalu patah hati dan menjadi frustrasi. Sarah mewakili orang-orang yang menginginkan lebih banyak waktu, karena berpikir bahwa garis waktu yang lebih panjang memungkinkan hal-hal baik bagi mereka. Ada pula Victor Delamonte, seorang milyuner yang menyadari dirinya sedang berada di penghujung usia, berniat memanfaatkan kekayaannya untuk mencurangi Sang Waktu. 

Cerita ini mengemukakan sebuah gagasan yang menarik. Untuk pertama kalinya Albom bermain di area tepi lingkaran "fiksi ilmiah". Meski tidak sampai menjadi gagasan utama, saya terus membayangkan hal itu dan memikirkan banyak pengandaian. Saya juga bertanya-tanya tentang kemungkinan. Mungkinkah, suatu saat nanti, inovasi sains mampu menemukan teknologi yang memungkinkan manusia hidup lebih lama dari kematian? Tokoh-tokoh beda generasi ini lantas terhubung dengan dan oleh Dor, untuk kemudian saling mengubah kehidupan mereka masing-masing.

Manusia saling terkait dalam cara-cara yang tidak dipahaminya (hal. 107).

Mitch berkisah dengan jumping technique: memindah-mindahkan pengisahan dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Dari Dor, sang Penjaga Waktu, kepada Sarah Lemon, lalu Victor Delamonte. Lompatan-lompatan itu memberi aksen fragmen pada setiap porsi tokoh. Dan meski cerita ini tersaji sebagai patahan-patahan kecil, semuanya membulat dengan sendirinya ketika tiga tokoh utama (Dor, Sarah, dan Victor) bertemu dan saling bersinggungan. Persinggungan itu kemudian menghasilkan konklusi yang terasa begitu masuk akal tentang makna kehadiran setiap tokoh bagi satu sama lain.

Seperti biasa, Mitch Albom mencerahkan pembaca dengan kisah-kisahnya. Seperti pendahulu-pendahulunya, buku ini juga menuntun kita menemukan makna dan keberartian yang luput oleh ambisi-ambisi  yang seringkali kita pandang dari sisi yang buram. Sehingga kita tidak cukup jeli menangkap cacatnya. Bedanya, The Time Keeper menggabungkan unsur fantasi dan substansi futuristik di dalamnya: dunia di luar dunia manusia, pengendalian waktu, dan teknologi kriogenika.

The Time Keeper adalah bacaan yang cukup ringan, yang setiap halamannya menarik minat. It’s another kinda page-turning read. Pembaca akan menikmati setiap halamannya, dan tanpa sadar tinggal menyisakan bagian penghabisan. Untuk bacaan yang semacam itu, menemukan nilai tertentu adalah hal yang sangat berharga dalam sebuah bacaan. Dan seperti itulah Mitch Albom menciptakan The Time Keeper. Ini semacam sebuah upaya sederhana untuk menjawab pertanyaan singkat yang jawabannya tidak akan pernah sederhana: “mengapa Tuhan membatasi hari-hari kita?”. Lewat The Time Keeper, Mitch seolah ingin menentang asumsi umum bahwa upaya memperpanjang umur hanyalah sepotong wujud dari kedangkalan pikir seseorang. Maka dia pun menunjukkan bagaimana jika sebuah kehidupan dijalani selama ribuan tahun? Bahagiakah pemiliknya?

Selalu ada pencarian untuk mendapatkan lebih banyak menit, lebih banyak jam, kemajuan lebih cepat untuk menghasilkan lebih banyak setiap harinya. Kebahagiaan sederhana dalam menjalani hidup antara dua matahari terbit tidak lagi dirasakan (hal. 290).
 Perjalanan Dor, Sarah, dan Victor mencapai ambisi mereka tentang sang Waktu sangat menarik. Bagaimana kehidupan mereka terhubung satu sama lain dengan cara yang tidak pernah mereka sadari, yang sehingga ketika mereka bertemu, mereka dapat saling mempengaruhi kehidupan masing-masing. Dor ingin menggapai langit dan melakukan sesuatu terhadap sang Waktu, akhirnya dijadikan sang Penjaga Waktu. Sarah Lemon yang tidak menarik dan dicampakkan seorang cowok tampan memutuskan untuk bunuh diri. Victor Delamonte yang ingin mengawetkan jiwanya untuk dihidupkan dalam milenia berikut.  Ketiganya saling meniti masa lalu masing-masing, dan memilih masa depan mereka untuk sebuah akhir yang bahagia bagi mereka. 
3,5 bintang fabel ini.
Kredit gambar

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...