Judul Buku: Notasi
Jumlah Halaman: 294
hlaman
Penulis: Morra Quatro
Editor: Aveline Agrippina & Jia Effendie
Tahun Terbit: Mei
2013
Penerbit: GagasMedia
Giftan
Mariano Alatas. Cowok itu pernah berjanji pada Nalia. Aku pasti akan
kembali. Dan Nalia mempercayai itu. Karena Nino belum pernah sekali pun
mengingkari janjinya.
Nalia melihatnya untuk pertama kali saat ia mendatangi kampus Teknik yang sedang melaksanakan OSPEK. Cowok itu tampak berdiri di depan barisan mahasiswa baru yang sedang dipelonco.
Nalia melihatnya untuk pertama kali saat ia mendatangi kampus Teknik yang sedang melaksanakan OSPEK. Cowok itu tampak berdiri di depan barisan mahasiswa baru yang sedang dipelonco.
Beberapa
saat setelahnya, cowok itu masuk ke radio, tempat yang sengaja didatangi Nalia.
Dengan gaya khas anak kedokteran, Nalia langsung menarik perhatian. Suasana
kurang mengenakan terjadi karena iklim persaingan pemilihan ketua BEM. Kandidat
dari fakultas kedokteran adalah salah satu pesaing terberat kandidat dari
Fakultas Teknik. Nalia sempat menjadi bahan tertawaan mahasiswa-mahasiswa
Fakultas Teknik itu. Kecuali seorang cowok yang sedang memegang teh botol.
Nino. Cowok itu hanya tersenyum. Dan dia tidak akan pernah melupakan Nalia,
sejak saat itu. Begitupun Nalia.
Buku
ketiga Morra Quatro ini berkisah tentang seorang gadis bernama Nalia, yang
kembali ke Yogyakarta, untuk menuntaskan kisah masa lalu yang masih membayangi
dirinya. Dan bergulirlah sebuah romansa yang melibatkan mahasiswa Universitas
Gadjahmada yang berasal dari dua fakultas berbeda, yang sedang saling
"berseteru". Namun, perseteruan itu menjadi tidak berarti ketika
kedua fakultas itu menghadapi ancaman yang sama, yang jelas jauh lebih besar
dari sekadar persaingan politik mahasiswa. Pergolakan Politik Orde Baru.
Kepemimpinan diktator yang nyaris absolut.
NOTASI
bersetting Universitas Gadjahmada di tahun 1998. Mengetengahkan dua tokoh
sentral yang kemudian saling jatuh cinta: Nalia dan Nino. Nino yang mahasiswa
Fakultas Teknik Elektro--berambut ikal agak gondrong, berkacamata, namun
berpembawaan tenang--dan Nalia yang mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi--cerdas,
pemberani, dan cantik. Romansa yang hangat dan manis antartokoh itu kemudian,
oleh Morra "dibungkus" dengan isu politik nasional yang bergolak di
kala itu--yang telah menjadi bagian dari sejarah bangsa Indonesia. NOTASI
dibumbui oleh kisah andil mahasiswa dalam revolusi pemerintahan Indonesia di
tahun 1998, propaganda mahasiswa yang seakan tidak bisa dibungkam, pembredelan
media yang dianggap mengancam pemerintah, duel angkatan bersenjata-mahasiswa,
dan dukungan rakyat pada mahasiswa.
Morra
Quatro mengisahkan NOTASI berlatar revolusi mahasiswa UGM di tahun 1998 dengan
kepiawaian yang mampu menghidupkan suasana mencekam sekaligus heroik. Dan
dengan kepiawaian yang sama, Morra menghadirkan karakter-karakter yang akan
mudah disukai dalam dua tokoh utamanya. Membuat keberjodohan dua tokoh
utamanya begitu serasi, sehingga pembaca akan bergumam, "Jika Nalia tidak
bersama Nino, mereka tidak akan bertemu pasangan yang lebih serasi
lagi." Nino yang selalu tampak tenang namun menyimpan rahasia. Nalia yang
melompati pagar dengan gaunnya hanya untuk menemui Nino. Romansa Nino-Nalia
akan membuat pembaca yakin, sudah selayaknya kisah ini tidak dilupakan begitu
saja. Sudah selayaknya Nalia--meski ia telah bertunangan dengan Faris dan akan
segera menikahinya--kembali ke Jogja untuk menemukan atau menemui Nino.
Bukankah lelaki itu sudah berjanji? Setidaknya, dia harus kembali. Meski
segalanya tak akan sama lagi.
Banyak
orang mengira, bercerita dari sudut pandang "aku" adalah hal yang
paling mudah. Padahal anggapan itu tidak selalu benar. Sifat keakuan penulis
bisa saja ikut tumpah di sana dan membunuh simpati pembaca. Tapi kemampuan
berkisah Morra akan membuat para pembaca dewasa muda berangan-angan menjadi
Nalia, alih-alih menganggap Nalia sebagai tokoh di luar diri mereka. Pembaca
yang tidak percaya pada jatuh cinta pada pandangan pertama akan mampu merasakannya
ketika "bertemu" dengan Nino. Karakterisasi hasil desain Morra membut
cowok ini akan dijatuhcintai para gadis, bahkan sebelum cowok itu mengucapkan
dialog pertamanya. Uniknya, Morra lebih banyak bermain dengan narasi dan
deskripsi dalam bukunya ini. Membuat setiap dialog menjadi terasa mahal dan
sangat ditunggu.
NOTASI
dikisahkan dengan alur campuran. Bagian prolog mengisahkan Nalia di masa
sekarang, yang kembali ke Yogya dan menapaktilas perjalanan cinta lalunya yang
masih begitu sulit ia lupakan. Lalu isi cerita adalah kilas balik masa lalu
Nalia yang manis sekaligus pahit.
Novel
setebal 294 halaman ini, sayangnya, masih sangat kekurangan porsi jika pembaca
memiliki keingintahuan lebih mengenai peristiwa 1998. Misalnya saja, tentang bagaimana
mulanya efek sulut yang menyalakan perlawanan mahasiswa Indonesia terhadap
rezim Orba kala itu. Siapa yang memantik nyala itu? Apakah pengaruh Che Guevara
serta merta merasuki mahasiswa Indonesia dan kemudian didukung oleh solidaritas
mahasiswa seluruh Indonesia untuk menyuarakan perlawanan, ketika itu? Namun,
NOTASI membatasi lingkup kisahnya dalam roman berlatar sejarah itu, yakni pada
romantika antartokoh utamanya. Membuat pembaca bertanya-tanya ada berapa kisah
cinta yang dibayangi teror 1998? Ada berapa kekasih yang menangisi hilangnya
kekasihnya, kematian kekasihnya? Ada berapa kekasih yang ketakutan melepas
kekasihnya berdemonstrasi seperti saat Nalia melepas Nino? Ada berapa pasang
kekasih yang bergandengan tangan selagi meneriakkan revolusi lalu genggaman itu
terlepas oleh suara tembakan dan serangan gas airmata?
Pada
akhirnya, roman NOTASI mengingatkan kita pada ketentuan semesta yang tidak bisa
ditolak. Pertemuan yang terasa sudah semestinya namun juga terasa salah.
Perpisahan yang terasa salah namun ternyata begitu masuk akal. Dan pertemuan
kembali yang tidak diduga, namun sangat melegakan.
Kredit gambar di sini
Romansa clasic
ReplyDelete