Pages

Tuesday, March 04, 2014

Kisah Cinta sang Pendendam

Judul buku: Painful Love
Penulis: Dion Sagirang
Editor: Gari Rakai Sambu
Tahun terbit: 2014
Penerbit: Penerbit Cakrawala (Imprint Medpress)
Jumlah halaman: 200 halaman
Katamu cinta adalah sesuatu yang selalu membuatmu tersenyum--bahkan bukan hanya kamu, tapi orang-orang yang berada di sekitarmu juga akan merasakannya. Itu kan katamu dulu? Dulu ya... dulu... tetapi sekarang? Lalu hari ini, apa kata-katamu itu masih bisa dengan lantangnya kamu ucapkan? Tidak perlu dengan tersenyum pongah, hei ingat... aku hanya saudara lelakimu--bukan pesaingmu. Ingat itu! Tak ada niatku untuk merebutnya darimu. [Painful Love: Prolog]
        Olivia yang selalu kesepian bertemu Ken di suatu malam, selepas sebuah pagelaran fashion show. Ken adalah lelaki yang membius Olivia dalam kemabukan yang menyenangkan. Olivia pun jatuh cinta kepada Ken. Tapi Sheila, kakak Olivia, tidak menyukainya. Sheila memiliki ambisi pribadinya yang ia pendam sendiri. Ken mengingatkannya pada lelaki yang pernah ia tinggalkan. Sementara itu, pertemuan Ken dengan seorang gadis bernama Nadine di stasiun kereta api, kemudian menjadi titik balik kehidupan lelaki itu, tanpa ia sadari. Meski nyatanya, Nadine dengan terang-terangan memproklamirkan ketertarikannya akan atasannya, kepada Ken.
       Membaca Painful Love, mengingatkan saya pada sebuah petuah kuno. Mendendam mematikan hati. Itulah yang ingin disampaikan Dion Sagirang, penulis Painful Love. Berkisah tentang cinta segi banyak yang bermula oleh dendam dan ambisi, Painful Love mengetengahkan konflik cinta yang rumit. Seperti judulnya, cinta yang menyakitkan, Painful Love mengisahkan jalinan kisah asmara antara dua lelaki dan tiga wanita. Olivia - Ken, Ken- Sheila, Sheila - Lean, Lean - Nadine, Nadine- Ken. Lingkaran setan pertalian ini memliki konfliknya sendiri sendiri. Jenis konflik favorit saya untuk sebuah drama roman. Saya menyayangkan ketebalan novel yang menjadikan cerita ini kehilangan keutuhan yang dibutuhkan untuk menghidupkan emosi tokoh-tokohnya, lalu menularkannya kepada pembaca. Hampir setiap lompatan adegan menciptakan banyak pertanyaan: "Apa yang terjadi sebelum ini hingga sekarang tokoh-tokohnya menjadi seperti ini?".
       Painful Love menghadirkan tokoh sentral Ken, sang Pendendam yang mengencani tiga wanita sekaligus. Namun akhirnya benar-benar menemukan cinta sejatinya. Dan saat ia menyadari itu, ia sudah terlalu sakit dan menyakiti terlalu banyak. Ia hanya berharap belum terlambat untuk berbahagia. Saya rasa, itulah hal lain yang ingin disampaikan penulis. Bahwa bahagia tak pernah mengenal kata terlambat.
       Dengan lihai, penulis menggiring pembaca ke dalam teka-teki. Namun, teka-teki itu terpecahkan dengan daya kejut rendah. Ini disebabkan karena adegan-adegan pendukung konflik bukan adegan yang bombastis. Pembaca kemungkinan besar akan kesulitan bersimpati pada tokoh-tokohnya, dan tidak mampu merasakan kesakitan yang dialami tokoh-tokohnya. Kecuali Ken, tentu saja. Padahal Olivia dan Sheila adalah tokoh yang digambarkan memiliki konflik yang kompleks. Tidak hanya ketika mereka berdiri sendiri sendiri, melainkan juga--bahkan lebih kompleks lagi--ketika mereka berdiri sebagai dua orang dengan ikatan khusus. Dan Nadine, si gadis berkarakter kuat yang tangguh, tidak mampu menjelaskan pembenaran atas ambisinya. Mungkin Painful Love membutuhkan lebih banyak ruang untuk menguraikan konfliknya dengan lebih komplit. Meski begitu, Painful Love adalah debut yang menjanjikan. Terlepas dari segala kekurangan editorial, Dion Sagirang adalah penulis dengan imajinasi yang penuh kejutan.
Kredit gambar di sini

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...