Author: Goo Hye Sun
Page: 309 pages
Year Published: July 2012
Year Published: July 2012
Publisher: Ufuk Fiction
Yun baru
menyadari arti Jong Woon dalam kehidupannya setelah lelaki itu memutuskan
hubungan mereka. Tango yang mereka tarikan telah menyakiti kaki masing-masing
setiap kali mereka melangkah. Sedang mereka tidak bisa berhenti, karena langkah
itu adalah kehidupan. Mereka tidak bisa saling menyakiti untuk selamanya. Yun
yang pekerja keras dan senantiasa fokus pada pekerjaannya, yang juga melayani
kebutuhan Jong Woon dengan pengabdian yang penuh kesadaran dan juga pikiran
yang terpusat pada naskah terjemahannya, tidak pernah melihat mata lelaki itu
saat melihatnya.
Pandangan yang penuh cemburu, mata yang menyorotkan kekalahan besar. Jong Woon yang mengajarkan seni pada siswa taman kanak-kanak, memiliki lebih banyak waktu luang untuk melihat Yun dari kejauhan, denga espresso pahit di tangan dan rokok yang mengepulkan asap tipis di mulut. Maka dialah yang lebih dulu menyadari kektidakseiramaan mereka dalam melangkahi kehidupan, sebuah ketimpangan menyedihkan yang melukai harga dirinya. Perpisahan yang tidak pernah diduga oleh Yun itu membuatnya ketakutan. Ia pikir, sebagai pemeran utama dalam kehidupannya, dia akan berbahagia dengan pilihan cintanya, Jong Woon. Lelaki dengan rumah kecil yang selalu berantakan, dan dipenuhi perabotan sederhana. Lelaki yang bahkan tidak yakin pada dirinya sendiri, tentang masa depannya. Tapi perpisahan adalah realita. Bagian dari kehidupan yang tidak bisa dihindari. Yun harus menerimanya. Itu adalah rasa pahit kehidupan, rasa espresso yang tidak akan pernah bisa ia sukai, sekuat apa pun ia mencoba. Karena ternyata dunia tidak hanya menyediakan hal-hal manis—kesukaannya—untuk dicecap.
Pandangan yang penuh cemburu, mata yang menyorotkan kekalahan besar. Jong Woon yang mengajarkan seni pada siswa taman kanak-kanak, memiliki lebih banyak waktu luang untuk melihat Yun dari kejauhan, denga espresso pahit di tangan dan rokok yang mengepulkan asap tipis di mulut. Maka dialah yang lebih dulu menyadari kektidakseiramaan mereka dalam melangkahi kehidupan, sebuah ketimpangan menyedihkan yang melukai harga dirinya. Perpisahan yang tidak pernah diduga oleh Yun itu membuatnya ketakutan. Ia pikir, sebagai pemeran utama dalam kehidupannya, dia akan berbahagia dengan pilihan cintanya, Jong Woon. Lelaki dengan rumah kecil yang selalu berantakan, dan dipenuhi perabotan sederhana. Lelaki yang bahkan tidak yakin pada dirinya sendiri, tentang masa depannya. Tapi perpisahan adalah realita. Bagian dari kehidupan yang tidak bisa dihindari. Yun harus menerimanya. Itu adalah rasa pahit kehidupan, rasa espresso yang tidak akan pernah bisa ia sukai, sekuat apa pun ia mencoba. Karena ternyata dunia tidak hanya menyediakan hal-hal manis—kesukaannya—untuk dicecap.
Suatu
ketika, di titik kejatuhannya yang terdalam, Yun bertemu seorang lelaki yang
mengatakan sesuatu yang kemudian—ia ketahui—mengubah kehidupannya.
Kau tidak merasa jalur dua ini sangat mirip dengan kenyataan kita? Kereta sempit dan panjang yang dipenuhi oleh ratusan orang dan terus berjalan ke suatu tempat. Seperti waktu yang berlalu.
Jalur dua sangat mirip dengan waktu, kegelapan, dan kenyataan yang bercampur dengan manusia. Mencari kebahagiaan di tempat ini terlihat seperti sebuah hal yang mustahil, tapi mungkin kebahagiaan itu tetap dapat ditemukan jika dicari dengan baik-baik. Aku berharap agar kau bahagia. Sampai jumpa [page 126].
Di luar
dugaan, Yun merasakan sensasi baru yang menyenangkan setelah bertemu lelaki
itu. Gilanya, ia yakin bahwa lelaki itu adalah jodohnya.
Jodoh sesaat adalah sesuatu yang terasa seperti bunga lilac yang mekar dengan sempurna bagiku.
Sepertinya aku berubah menjadi gadis muda lagi hanya karena bertemu dengan orang asing di dalam kereta bawah tanah [page 127].
Akankah Yun
bertemu lelaki jodoh singkat-nya?
Mampukah Yun hidup dalam dunia nyata lagi sebagai gadis berusia nyaris kepala
tiga dengan dewasa setelah kepahitan yang ia rasakan? Temukan jawabannya dalam
novel yang kaya filosofi hidup ini.
Saya sudah
menginginkan novel ini sejak penerbitnya gencar melakukan promosi perihal
terbitnya versi terjemahan yang berjudul sama dengan novel aslinya ini. Nama
besar penulisnya tentu saja menjadi daya tarik besar bagi saya untuk
membacanya. Goo Hye Sun, adalah aktris papan atas Korea Selatan yang namanya
melejit sebagai hallyu star di
Negara-negara Asia berkat peran protagonis-nya dalam drama yang digemari
remaja-remaja di tanah air, Boys Over Flower. Label best seller di novel—yang
ternyata bukan karya perdana—Goo Hye Sun ini adalah motivasi terbesar saya
untuk memburu-nya. Sayangnya, novel ini tidak pernah sampai di toko buku kota
saya, sehingga saya harus puas dengan hanya meminjamnya dari seorang kawan yang
membelinya di luar kota.
Bukan
perkara mudah untuk menerjemahkan sebuah novel. Apalagi jika novel tersebut
memuat unsur kultur asing yang khas dan unik, hal-hal yang tidak pernah kita
kenal sebelumnya. Maka kerancuan interpretasi sangat mungkin terjadi saat
menerjemahkan sebuah frasa atau kalimat. Hal itu yang—menurut asumsi
saya—banyak terjadi di dalam novel ini. Saya menemukan banyak frasa dan kalimat
yang membingungkan ketika membacanya.
Namun demikian, saya tetap bisa menemukan esensi cerita yang indah dan
menyentuh ini, meski dengan samar-samar.
TANGO, bagi saya, bukan sebuah cerita yang
dikisahkan penulisnya. TANGO adalah
kehidupan yang berusaha ditunjukkan dengan apa adanya. Seorang gadis mendekati
usia tiga puluh yang mengalami putus cinta di tengah kepercayaannya yang teguh
terhadap cinta sejati dan akhir yang bahagia, gadis yang tidak ingin bangkit
lagi dan kehilangan kepercayaan diri karena ternyata dunia yang dikenalnya
tidak seramah dan sehangat dugaannya, gadis yang menjelang ulang tahun ke
tigapuluh-nya mengungkapkan dengan malu-malu bahwa ia ingin bercinta. Ini
adalah sebuah realitas kehidupan dewasa yang terjabar dengan jujur.
TANGO juga menunjukkan arti bahagia yang
lain, melalui tokoh Si Hoo. Seorang lelaki periang yang seolah tak pernah
mengenal kata terluka. Si Hoo mendefinisikan bahagia dengan sederhana, namun
jarang terlintas dalam benak kita. Tentang betapa indahnya hidup dalam
penghargaan terhadap kekurangan orang lain, hidup yang tanpa menggugat sesuatu untuk dilemparkan
dalam kotak salah-benar atau hitam-putih atas nama moralitas. Meski
hal ini akan terus memicu perdebatan karena berbicara mengenai isu sensitif,
namun, definisi kebahagiaan yang ingin ditunjukkan oleh TANGO adalah: mencintai setiap orang
sebagai manusia. Bukan sebagai lelaki bagi wanita, atau sebagai wanita oleh lelaki. Maka yang akan ada di dunia hanyalah kedamaian, ketenangan, kehangatan, hidup yang tanpa kebencian, dendam, dan permusuhan. Pembaca kemudian diajak menyusuri kehidupan tokoh Yun yang berusaha memaafkan mantan kekasihnya, merasakan kekesalannya perlahan berubah menjadi simpati dan rasa kasihan yang penuh pemakluman.
sebagai manusia. Bukan sebagai lelaki bagi wanita, atau sebagai wanita oleh lelaki. Maka yang akan ada di dunia hanyalah kedamaian, ketenangan, kehangatan, hidup yang tanpa kebencian, dendam, dan permusuhan. Pembaca kemudian diajak menyusuri kehidupan tokoh Yun yang berusaha memaafkan mantan kekasihnya, merasakan kekesalannya perlahan berubah menjadi simpati dan rasa kasihan yang penuh pemakluman.
Di akhir
kisah, TANGO mengajarkan pembaca,
lewat tokoh Yun, untuk tidak takut kehilangan, seberapa sering pun itu terjadi
pada kita. Kita cukup meyakini bahwa dunia berjalan sebagaimana yang
seharusnya. Maka kita hanya perlu menjalaninya sebagaimana seharusnya. Menerima
apa yang datang dan seharusnya kita miliki, dan merelakan apa yang seharusnya
pergi dan merelakannya dengan penuh kesadaran akan hukum ketidak-kekalan.
Perasaan jatuh cinta adalah perasaan yang indah. Tak seharusnya ia ditolak
karena ketakutan akan kehilangan dan rasa sakit saat kaki kita terinjak karena
harus menarikan Tango yang indah
bersama pasangan kita. Untuk menikmati Tango,
terkadang kita tidak perlu ikut menarikannya. Kita bisa melihat orang lain
yang mampu menarikannya dengan indah dan harmonis, jauh dari panggung. Kita
tetap bisa menikmati iramanya dan hanyut dalam kehangatan cinta di mata
penarinya yang saling menatap dan melempar senyum satu sama lain.
TANGO dikemas dengan sisipan ilustrasi
yang menarik. Ilustrasi tersebut adalah lukisan karya Goo Hye Sun. Saya tidak
pernah menikmati lukisan sebelumnya. Lebih dari itu, saya sama sekali buta akan
bidang ini. Namun, menatap ilustrasi lukis di halaman-halaman tertentu dalam
buku inimengentak kesadaran saya bahwa lukisan memang sebuah karya seni yang
berkelas. Dan sedikit banyak, saya bisa menyelami perasaan para penggila dan
kolektor lukisan. Itu bukan jenis perasaan yang bisa dijabarkan dalam kalimat.
Lukisan bisa memengaruhi dan menggugah alam bawah sadar seseorang melalui
goresannya. Dan lukisan yang dipilih Goo Hye Sun untuk tampil dalam ilustrasi
bukunya adalah representasi makna yang tidak sempat tersampaikan oleh kata. Saya
akhirnya tersadar, bahwa karena keberadaan lukisan-lukisan itulah, kerancuan
terjemahan buku ini tidak begitu mengganggu saya.
Well, I rated it 3.5 out of 5 stars!
TENTANG PENULIS
Goo Hye Sun adalah seorang aktris dan penyanyi, model, penulis, dan sutradara populer Korea Selatan. Ia berperan sebagai Geum Jan Di dalam serial televisi populer Boys Before Flowers bersama denagn Lee Min Ho, Kim Hyun Joong, Kim Bum, dan Kim Joon. Ia juga berperan dalam dilm August Rush. Dia menjadi sutradara untuk sebuah film pendek yang berjudul The Cheerful Caretaker, Hye Sun juga memiliki bakat seni yang tinggi. Di negara asalnya, Goo Hye Sun juga dikenal sebagai pelukis. Gadis cantik multibakat yang bernaung di bawah manajemen artis raksasa YG Entertainment ini telah beberapa kali menggelar pameran lukisan tunggal-nya untuk aktivitas amal.
No comments:
Post a Comment