Book title: 12 Menit
Page: xiv+348 pages
Author: Oka Aurora
Story conceptor: Regina Septapi
Year published: Mei 2013
Publisher: Noura Books
Tak ada yang instan di dunia ini. Tak ada. Kecuali mungkin mi. Oh, dan kopi (page 66).
Elaine tidak mewarisi bakat musik yang jatuh begitu saja
dari langit. Ia mendapatkannya dari berlatih. Sejak duduk di bangku SMP. Tara,
tidak menguasai perkusi dalam sekejap. Dan lagi, keterbatasan fungsi
pendengarannya menuntut energi ekstra-nya untuk menguasai nada-nada hingga
memiliki memori otot yang tajam. Lalu, Lahang, si tangguh yang tekun dan berani
bermimpi besar ini, telah ditempa oleh ujian-ujian yang seringkali menjatuhkan seseorang dan membuatnya
takut bangkit kembali.
Sekarang mereka berdiri dalam barisan Marching Band Bontang Pupuk Kaltim (MBBPKT) sebagai pemenang atas pertarungan sengit melawan diri sendiri. Bergumul dengan nada, ritme, beban berkilo-kilogram, masalah domestik masing-masing, dan terik matahari. Menapaki detik-detik yang menjelma ribuan jam, terasah menjadi pemenang-pemenang sejati yang layak dikagumi.
Sekarang mereka berdiri dalam barisan Marching Band Bontang Pupuk Kaltim (MBBPKT) sebagai pemenang atas pertarungan sengit melawan diri sendiri. Bergumul dengan nada, ritme, beban berkilo-kilogram, masalah domestik masing-masing, dan terik matahari. Menapaki detik-detik yang menjelma ribuan jam, terasah menjadi pemenang-pemenang sejati yang layak dikagumi.
12 Menit adalah
sebuah novelisasi dari skrip film yang ditulis oleh seorang penulis pendatang
baru, Oka Aurora. 12 Menit mengisahkan
seluk beluk dunia marching band, berlatar
Bontang yang menghimpun keragaman etnis. Sebuah lokasi yang baru saya kenali setelah
membaca novel ini. Dikisahkan bahwa MBBPKT yang telah menjadi kebangaan masyarakat
setempat ingin memenangkan kompetisi nasional marching band di ibukota, Jakarta. Rene, seorang lulusan akademi musik
internasional didatangkan sebagai pelatih oleh sang manajer tim. Di bawah
asuhan Rene yang berwatak keras namun tegas, MBBPKT menemukan kembali
kepercayaan dirinya untuk bersaing di kancah nasional, bahkan mulai berani
memimpikan gelar pemenang. Di bawah asuhan Rene, MBBPKT menghabiskan jam-jam
berat dan sulit, sekaligus panjang dan menciutkan nyali. Dari Rene, anak-anak
yang tergabung dalam MBBPKT ini belajar arti perjuangan. Dan dari mereka, Rene
belajar arti menghargai dan pentingnya gairah yang lahir dari kecintaan penuh
akan sesuatu, di atas ambisi kemenangan.
Selain dibumbui kisah-kisah mengharukan perjuangan tiga
tokoh utama anggota MBBPKT: Elaine, Tara, dan Lahang, yang mampu mengaduk-aduk
emosi, dan tentu saja, sarat kalimat-kalimat penyemangat yang sangat memotivasi,
12 Menit juga memperkenalkan
eksotika Bontang yang jarang diekspos.
Think like a champion. And fight like a champion (Rene, 309).
Hal yang tidak kalah menggugah dari 12 Menit adalah kesederhanaan. MBBPKT yang lahir di daerah, tak gentar menghadapi persaingan
adu kreasi di ibukota. Di bawah intimidasi
pikiran akan betapa kerdilnya mereka di mata pesaing, mereka, seperti yang
dipikirkan Rene, siap bertarung apa adanya.
“Ribuan jam kita perjuangkan, demi dua belas menit ini. Demi orang-orang yang sekarang duduk di sebalah kita.
“Tataplah mereka. Dan, katakan pada mereka, bahwa mereka bisa bergantung padamu.
“Rayakan dua belas menit terbaik dalam hidupmu ini. bersenang-senang dan berpestalah, karena dua belas menit ini adalah milikmu.
“Dan, kenanglah dua belas menit ini untuk selamanya.” (Rene, 323)
Bukan pekerjaan mudah menjabarkan detil adegan skenario
menjadi prosa naratif sehingga dapat tervisualisasi dalam benak pembaca. Setelah
Laskar Pelangi dan Edensor, 12 Menit hadir dan mengajak
penikmat buku tanah air untuk bermimpi sebesar dan setinggi-tingginya. Meski tidak
memanjakan pembaca dengan gaya narasi nyastra,
12 Menit yang tersaji sebagai
bacaan yang mudah dicerna, tidak kehilangan pesona dengan gaya lugasnya. Pembaca
buku akan selalu merindukan bacaan inspiratif
seperti 12 Menit.
Saya percaya kekuatan mimpi. Selalu. Dan akan terus percaya. 12 Menit buktinya.
3.5/5 stars, by the
way!
No comments:
Post a Comment