Pages

Monday, August 25, 2014

Sekuel yang Tidak Lebih Seru dari Delirium?

Judul buku: Pandemonium
Jumlah halaman: 496 halaman
Penulis: Lauren Oliver
Penerjemah: Vici Alfanani Purnomo
Penyunting: Selviya HPM
Tahun terbit: Maret 2013
Penerbit: Mizan Fantasi
ISBN13: 9789794337721
Entah sudah berapa jauh aku berkelana di Alam Liar dan entah berapa lama aku merangsek kian dalam dan jauh ke dalam hutan, ketika kusadari bahwa aku terluka. Aku  yakin, setidaknya seorang Regulator yang berhasil menembakku saat aku berusaha memanjat dan melompati pagar. Sebutir peluru menyerempet samping tubuhku, tepat di bawah ketiakku, dan kausku pun bersimbah darah. Namun, aku beruntung. Lukanya tidak dalam.
Bagaimanapun, darah yang bertetesan di kulit yang terkelupas ini membuat segala sesuatunya terasa begitu nyata: tempat asing ini, pepohonan yang tumbuh menjulang di mana-mana, apa yang telah terjadi, dan apa yang telah kutinggalkan (halaman 12)
Setelah melampaui tembok api yang memisahkannya dari Alex, Lena kini menghadapi kerasnya bertahan hidup di Alam Liar. Ia hidup di permukiman yang bergantung pada pasokan logistik dari Seberang Tembok. Sewaktu-waktu mereka harus siap berpindah ke permukiman yang berjarak ratusan kilometer ketika serangan tiba-tiba dilancarkan untuk menghancurkan mereka, para Invalid. Kawanan yang menampung Lena bukan Invalid biasa. Mereka adalah kelompok pemberontak, meski berada di level bawah—setidaknya begitu yang diketahui Lena.
Buku kedua dari Delirium ini dikisahkan dengan plot bolak balik, dimulai dari masa lalu Lena--ketika dia baru tiba dari Portland--dan masa kininya di New York. Lauren Oliver hanya memberi dua judul pada bab-babnya: Dahulu dan Kini. Bab-bab Dahulu mengisahkan masa-masa awal kedatangan Lena ke Alam Liar. Bagaimana gadis itu menjalani kehidupan penuh ancaman dan pemblokiran sehingga dia dan kawanan pemukimnya hampir selalu berada dalam kelaparan dan kekurangan obat-obatan. Teman-teman mereka mati satu per satu karena tidak mampu beradaptasi dengan temperatur dan mengalami sakit namun tanpa persediaan obat-obatan yang memadai. Dan semua hal itu dijalani Lena tanpa orang-orang yang dia sayangi. Tanpa ibunya, sepupunya Grace, Hana, dan juga Alex. Susah payah Lena melupakan Alex yang ia yakini dengan hampir pasti, telah tewas tertembak Regulator. Atau ika beruntung, ditangkap dan dipenjarakan di Kriptus dengan kemungkinan yang teramat kecil untuk melarikan diri. Sedang bab-bab Kini bercerita tentang kehidupan Lena di masa sekarang. Seorang anak SMU biasa yang mengigau di tengah jam pelajaran, namun aktif mengikuti ekskul yang bergengsi: Deliria Free Association (DFA). Satu-satunya alasan Lena berada di sana adalah menjalankan tugas dari kawanannya, sebagai mata-mata bagi pemberontak.
Cukup disayangkan, Pandemonium tidaklah lebih seru dari buku pertamanya. Tensi dari adegan-adegan pentingnya yang mampu memacu adrenalin seolah terdistraksi oleh romansa baru Lena. Lauren nampaknya lebih fokus pada situasi Lena sebagai personal, ketimbang polemik besar yang setiap saat siap mencengkeram gadis itu dengan kuku-kukunya yang mematikan. Dalam kekacauan yang disebabkan oleh pemberontakan kelompok anti-DFA, Lauren lebih memilih mengisahkan, dengan cukup dominan, pertemuan Lena dengan Julian, putera pendiri DFA, seorang pemuda yang belum disembuhkan. Hal ini akan menjadi guncangan tersendiri bagi pembaca yang sejak awal telah mengenal Alex dan jatuh cinta kepadanya. Pembaca yang memihak Alex, saya kira akan senang sekaligus tidak senang kehadiran Julian Fineman. Senang karena ternyata Julian tidak mampu menyaingi Alex, dan tidak senang karena mereka, sedikit banyak, mengharapkan Julian dapat menjadi rival yang tangguh bagi Alex dan membuat kisah cinta Lena sedikit lebih rumit. 
Mengabaikan kisah cinta Lena, Pandemonium menampilkan tokoh-tokoh penting baru yang sangat likeable. Sayangnya, mereka hanya hadir dalam porsi seadanya. Padahal tokoh-tokoh tersebut adalah potensi bagi pergerakan plot yang lebih dinamis dan pemacu klimaks yang penuh tensi. Sebagai tokoh utama antihero, Lena tidak memiliki potensi-potensi itu. Karena itulah saya menunggu interaksi Lena dengan lebih intens dengan tokoh-tokoh kunci dalam ledakan penting yang sangat ditunggu di buku ini. Meski demikian, saya menyukai perkembangan karakter Lena. Daya bertahan hidupnya yang mengagumkan, dan sisi-sisi tertentu--yang mungkin akan mengesalkan pembaca--namun membuatnya tampak manusiawi.
Terlepas dari segala ketidakpuasan dalam alur, saya tidak bisa tidak memberi 4 bintang untuk buku ini, untuk daya adiksi Lauren Oliver dalam berkisah. Untuk narasi-narasinya yang intens dan detil dalam menggambarkan situasi emosional tokoh-tokohnya, dan menempatkan kejutan di titik yang tepat. Lauren Oliver benar-benar mengusai cara untuk menghanyutkanmu ke dasar kesadaran sehingga kau akan lupa caranya berhenti dan meninggalkannya. Satu elemen penting yang akan selalu dibutuhkan penulis untuk membuat pembacanya menunggu kisah-kisahnya yang menjelang. Pembaca, saya kira, harus lebih bersabar, mengingat buku ini sedang menanti sekuel kedua untuk menggenapkan kisahnya. Karena akhir buku ini mengumpan pembaca dengan hal yang sudah mereka tunggu sejak Delirium berakhir.


No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...