Judul buku: Pandemonium
Jumlah halaman: 496 halaman
Penulis: Lauren
Oliver
Penerjemah: Vici Alfanani Purnomo
Penyunting: Selviya HPM
Tahun terbit: Maret 2013
Penerbit: Mizan Fantasi
ISBN13: 9789794337721
Entah sudah berapa jauh aku berkelana di Alam Liar dan entah berapa lama aku merangsek kian dalam dan jauh ke dalam hutan, ketika kusadari bahwa aku terluka. Aku yakin, setidaknya seorang Regulator yang berhasil menembakku saat aku berusaha memanjat dan melompati pagar. Sebutir peluru menyerempet samping tubuhku, tepat di bawah ketiakku, dan kausku pun bersimbah darah. Namun, aku beruntung. Lukanya tidak dalam.
Bagaimanapun, darah yang bertetesan di kulit yang terkelupas ini membuat segala sesuatunya terasa begitu nyata: tempat asing ini, pepohonan yang tumbuh menjulang di mana-mana, apa yang telah terjadi, dan apa yang telah kutinggalkan (halaman 12)
Setelah melampaui
tembok api yang memisahkannya dari Alex, Lena kini menghadapi kerasnya bertahan
hidup di Alam Liar. Ia hidup di permukiman yang bergantung pada pasokan
logistik dari Seberang Tembok. Sewaktu-waktu mereka harus siap berpindah
ke permukiman yang berjarak ratusan kilometer ketika serangan tiba-tiba
dilancarkan untuk menghancurkan mereka, para Invalid. Kawanan yang menampung
Lena bukan Invalid biasa. Mereka adalah kelompok pemberontak, meski berada di
level bawah—setidaknya begitu yang diketahui Lena.
Buku kedua dari Delirium ini
dikisahkan dengan plot bolak balik, dimulai dari masa lalu Lena--ketika dia
baru tiba dari Portland--dan masa kininya di New York. Lauren Oliver hanya
memberi dua judul pada bab-babnya: Dahulu dan Kini.
Bab-bab Dahulu mengisahkan masa-masa awal kedatangan Lena ke Alam
Liar. Bagaimana gadis itu menjalani kehidupan penuh ancaman dan pemblokiran
sehingga dia dan kawanan pemukimnya hampir selalu berada dalam kelaparan dan
kekurangan obat-obatan. Teman-teman mereka mati satu per satu karena tidak
mampu beradaptasi dengan temperatur dan mengalami sakit namun tanpa persediaan
obat-obatan yang memadai. Dan semua hal itu dijalani Lena tanpa orang-orang
yang dia sayangi. Tanpa ibunya, sepupunya Grace, Hana, dan juga Alex. Susah
payah Lena melupakan Alex yang ia yakini dengan hampir pasti, telah tewas
tertembak Regulator. Atau ika beruntung, ditangkap dan dipenjarakan di Kriptus
dengan kemungkinan yang teramat kecil untuk melarikan diri. Sedang bab-bab Kini
bercerita tentang kehidupan Lena di masa sekarang. Seorang anak SMU biasa yang
mengigau di tengah jam pelajaran, namun aktif mengikuti ekskul yang bergengsi: Deliria
Free Association (DFA). Satu-satunya alasan Lena berada di sana adalah
menjalankan tugas dari kawanannya, sebagai mata-mata bagi pemberontak.
Cukup disayangkan, Pandemonium tidaklah lebih seru dari buku
pertamanya. Tensi dari adegan-adegan pentingnya yang mampu memacu adrenalin
seolah terdistraksi oleh romansa baru Lena. Lauren nampaknya lebih fokus pada
situasi Lena sebagai personal, ketimbang polemik besar yang setiap saat siap
mencengkeram gadis itu dengan kuku-kukunya yang mematikan. Dalam kekacauan yang
disebabkan oleh pemberontakan kelompok anti-DFA, Lauren lebih memilih
mengisahkan, dengan cukup dominan, pertemuan Lena dengan Julian, putera pendiri
DFA, seorang pemuda yang belum disembuhkan. Hal ini akan menjadi guncangan
tersendiri bagi pembaca yang sejak awal telah mengenal Alex dan jatuh cinta
kepadanya. Pembaca yang memihak Alex, saya kira akan senang sekaligus tidak
senang kehadiran Julian Fineman. Senang karena ternyata Julian tidak mampu
menyaingi Alex, dan tidak senang karena mereka, sedikit banyak, mengharapkan
Julian dapat menjadi rival yang tangguh bagi Alex dan membuat kisah cinta Lena
sedikit lebih rumit.
Mengabaikan kisah
cinta Lena, Pandemonium menampilkan
tokoh-tokoh penting baru yang sangat likeable. Sayangnya, mereka hanya
hadir dalam porsi seadanya. Padahal tokoh-tokoh tersebut adalah potensi bagi
pergerakan plot yang lebih dinamis dan pemacu klimaks yang penuh tensi. Sebagai
tokoh utama antihero, Lena tidak memiliki potensi-potensi itu. Karena itulah
saya menunggu interaksi Lena dengan lebih intens dengan tokoh-tokoh kunci dalam
ledakan penting yang sangat ditunggu di buku ini. Meski demikian, saya menyukai
perkembangan karakter Lena. Daya bertahan hidupnya yang mengagumkan, dan
sisi-sisi tertentu--yang mungkin akan mengesalkan pembaca--namun membuatnya
tampak manusiawi.
Terlepas dari segala
ketidakpuasan dalam alur, saya tidak bisa tidak memberi 4 bintang untuk buku
ini, untuk daya adiksi Lauren Oliver dalam berkisah. Untuk narasi-narasinya
yang intens dan detil dalam menggambarkan situasi emosional tokoh-tokohnya, dan
menempatkan kejutan di titik yang tepat. Lauren Oliver benar-benar mengusai
cara untuk menghanyutkanmu ke dasar kesadaran sehingga kau akan lupa caranya
berhenti dan meninggalkannya. Satu elemen penting yang akan selalu dibutuhkan
penulis untuk membuat pembacanya menunggu kisah-kisahnya yang menjelang.
Pembaca, saya kira, harus lebih bersabar, mengingat buku ini sedang menanti
sekuel kedua untuk menggenapkan kisahnya. Karena akhir buku ini mengumpan
pembaca dengan hal yang sudah mereka tunggu sejak Delirium berakhir.
No comments:
Post a Comment