Pages

Friday, August 02, 2019

Rekam Suara yang Hilang dari Tragedi Peperangan dan Pelayaran Paling Mematikan

Judul buku: Salt to The Sea
Jumlah halaman: 264 halaman paperback
Penulis: Ruta Sepetys
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: September 2018
ISBN13: 9786020611945

Rasa bersalah bagaikan seorang pemburu, kata Joana.
Takdir bagaikan seorang pemburu, kata Florian
Rasa malu bagaikan seorang pemburu, kata Emilia.
Rasa takut bagaikan seorang pemburu, kata Alfred.
Ketika perang dunia II menjalar hingga ke Prusia Timur, jutaan penduduk memutuskan mengungsi demi mencari suaka ke Jerman. Empat di antaranya adalah Joana, Florian, Emilia, dan Alfred, tokoh utama dalam kisah ini. Ketiganya Emilia bertemu sebagai orang-orang asing dalam perjalanan: bergerak dalam rombongan, bersembunyi dari tentara Rusia, mengharapkan keberuntungan dari kemalangan akibat kelaparan, tembakan peluru, dan serangan bom mendadak. Dengan rahasia masa lalu—yang berupaya disembunyikan rapat-rapat—ketiganya lantas terbelit hubungan segitiga yang tak terelakkan.
Mereka pikir, begitu mendapatkan karcis Wilhelm Gustloff—kapal yang akan membawa mereka menuju Kiel; menuju kebebasan—segala nasib buruk sudah berakhir. Akan tetapi, kemalangan terburuk baru saja menghampiri mereka, siap menelan tanpa ampun.
Salt to The Sea, bisa dibilang, adalah spin-off dari Between Shades of Gray. Joana adalah sepupu Lina yang sempat diceritakannya dalam Between Shades of Gray. Lina yakin, Joana telah menjadi dokter seperti yang dicita-citakannya. Dan Lina berharap, sepupunya tidak mengalami nasib seburuk dirinya. Nasib Joana yang sesungguhnya diceritakan dalam buku ini.
Kalau diharuskan untuk memilih, saya lebih menyukai Between Shades of Gray dibanding Salt to The Sea. Meski tidak semestinya kengerian dibanding-bandingkan, tetapi Salt to The Sea tidak sekuat Between Shades of Gray dari segi plot dan bagaimana ia mempengaruhi emosi bawah sadar. Peristiwa klimaksnya baru terjadi di sepertiga bagian terakhir buku dan berlangsung sangat cepat. Namun, saya menyukai tokoh-tokohnya, kecuali Alfred. Tokoh favorit saya, tentu saja, adalah si pujangga sepatu, Heinz dan si pengembara kecil, Klaus.
Bagaimanapun, Salt to The Sea memiliki tragedinya sendiri. Dengan tokoh-tokoh menyenangkan dan menjengkelkan yang saling bersinggungan, juga tokoh-tokoh yang mudah disukai dan membuat kita berharap tidak akan mati semudah itu, Salt to The Sea telah berhasil merekam "suara yang hilang" sebelum sempat didengar oleh dunia luar.
Joana, Florian, dan Emilia bertemu sebagai orang-orang asing dalam perjalanannya mencari suaka ke Jerman: bergerak dalam rombongan, bersembunyi dari tentara Rusia, mengharapkan keberuntungan dari kemalangan akibat kelaparan, tembakan peluru, dan serangan bom mendadak. Dengan rahasia masa lalu yang berupaya disembunyikan rapat-rapat, ketiganya lantas terbelit hubungan segitiga yang tak terelakkan.
Mereka pikir, begitu mendapatkan karcis Wilhelm Gustloff—kapal yang akan membawa mereka menuju Kiel; menuju kebebasan—segala nasib buruk sudah berakhir. Akan tetapi, kemalangan terburuk baru saja menghampiri mereka, siap menelan tanpa ampun.
Salt to The Sea, bisa dibilang, adalah spin-off dari Between Shades of Gray. Joana Vilkas adalah sepupu Lina Vilkas yang sempat diceritakannya dalam Between Shades of Gray. Lina yakin, Joana telah menjadi dokter seperti yang dicita-citakannya. Dan Lina berharap, sepupunya tidak mengalami nasib seburuk dirinya. Nasib Joana yang sesungguhnya diceritakan dalam buku ini. Dan itu, sama sekali tidak sehebat yang dibayangkan Lina.
Kalau diharuskan untuk memilih, saya lebih menyukai Between Shades of Gray dibanding Salt to The Sea. Meski tidak semestinya kengerian dibanding-bandingkan, tetapi Salt to The Sea tidak sekuat Between Shades of Gray dari segi plot dan bagaimana ia menghantui pembaca lama berselang setelah bukunya ditutup.
Peristiwa klimaksnya sendiri baru terjadi di sepertiga bagian terakhir buku dan berlangsung sangat cepat. Saya pikir, seperti inilah semua tragedi terjadi. Begitu tiba-tiba, tidak terduga, dan berlangsung sangat cepat. Dan tahu-tahu saja, segalanya kacau-balau dan tak terkendali. Namun demikian, saya sangat menyukai tokoh-tokohnya, kecuali Alfred. Tokoh favorit saya, tentu saja, adalah si pujangga sepatu, Heinz dan si pengembara kecil, Klaus.
Dan meski tidak semendebarkan kisah cinta Lina - Andrius, saya menyukai romansa yang terjalin di antara Joana - Florian—yang ragu-ragu namun manis.
Bagaimanapun, Salt to The Sea memiliki tragedinya sendiri. Dengan segala kengeriannya, Salt to The Sea telah berhasil merekam "suara yang hilang" dari tragedi peperangan dan pelayaran paling mematikan, sebelum sempat didengar oleh dunia luar.


Pic. credit: Rayanti Sari Dewi


No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...