Jumlah halaman: 264 halaman paperback
Penulis: Ruta
Sepetys
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit: September 2018
ISBN13: 9786020611945
Rasa bersalah bagaikan seorang
pemburu, kata Joana.
Takdir bagaikan seorang pemburu, kata
Florian
Rasa malu bagaikan seorang pemburu,
kata Emilia.
Ketika perang dunia II menjalar hingga ke Prusia Timur,
jutaan penduduk memutuskan mengungsi demi mencari suaka ke Jerman. Empat di
antaranya adalah Joana, Florian, Emilia, dan Alfred, tokoh utama dalam kisah
ini. Ketiganya Emilia bertemu sebagai orang-orang asing dalam perjalanan:
bergerak dalam rombongan, bersembunyi dari tentara Rusia, mengharapkan
keberuntungan dari kemalangan akibat kelaparan, tembakan peluru, dan serangan
bom mendadak. Dengan rahasia masa lalu—yang berupaya disembunyikan rapat-rapat—ketiganya
lantas terbelit hubungan segitiga yang tak terelakkan.
Mereka pikir, begitu mendapatkan karcis Wilhelm Gustloff—kapal
yang akan membawa mereka menuju Kiel; menuju kebebasan—segala nasib buruk sudah
berakhir. Akan tetapi, kemalangan terburuk baru saja menghampiri mereka, siap
menelan tanpa ampun.
Salt
to The Sea, bisa dibilang, adalah spin-off dari Between Shades of Gray. Joana adalah
sepupu Lina yang sempat diceritakannya dalam Between Shades of Gray. Lina yakin,
Joana telah menjadi dokter seperti yang dicita-citakannya. Dan Lina berharap,
sepupunya tidak mengalami nasib seburuk dirinya. Nasib Joana yang sesungguhnya
diceritakan dalam buku ini.
Kalau diharuskan untuk memilih, saya lebih menyukai Between Shades of Gray dibanding Salt
to The Sea. Meski tidak semestinya kengerian dibanding-bandingkan,
tetapi Salt
to The Sea tidak sekuat Between Shades of Gray dari segi plot
dan bagaimana ia mempengaruhi emosi bawah sadar. Peristiwa klimaksnya baru
terjadi di sepertiga bagian terakhir buku dan berlangsung sangat cepat. Namun,
saya menyukai tokoh-tokohnya, kecuali Alfred. Tokoh favorit saya, tentu saja,
adalah si pujangga sepatu, Heinz dan si pengembara kecil, Klaus.
Bagaimanapun, Salt
to The Sea memiliki tragedinya sendiri. Dengan tokoh-tokoh
menyenangkan dan menjengkelkan yang saling bersinggungan, juga tokoh-tokoh yang
mudah disukai dan membuat kita berharap tidak akan mati semudah itu, Salt
to The Sea telah berhasil merekam "suara yang hilang"
sebelum sempat didengar oleh dunia luar.
Joana, Florian, dan Emilia bertemu sebagai orang-orang
asing dalam perjalanannya mencari suaka ke Jerman: bergerak dalam rombongan,
bersembunyi dari tentara Rusia, mengharapkan keberuntungan dari kemalangan akibat
kelaparan, tembakan peluru, dan serangan bom mendadak. Dengan rahasia masa lalu
yang berupaya disembunyikan rapat-rapat, ketiganya lantas terbelit hubungan
segitiga yang tak terelakkan.
Mereka pikir, begitu mendapatkan karcis Wilhelm Gustloff—kapal
yang akan membawa mereka menuju Kiel; menuju kebebasan—segala nasib buruk sudah
berakhir. Akan tetapi, kemalangan terburuk baru saja menghampiri mereka, siap
menelan tanpa ampun.
Salt to The Sea, bisa dibilang, adalah spin-off dari Between Shades of Gray. Joana Vilkas
adalah sepupu Lina Vilkas yang sempat diceritakannya dalam Between Shades of Gray. Lina yakin,
Joana telah menjadi dokter seperti yang dicita-citakannya. Dan Lina berharap,
sepupunya tidak mengalami nasib seburuk dirinya. Nasib Joana yang sesungguhnya
diceritakan dalam buku ini. Dan itu, sama sekali tidak sehebat yang dibayangkan
Lina.
Kalau diharuskan untuk memilih, saya lebih menyukai Between Shades of Gray dibanding Salt
to The Sea. Meski tidak semestinya kengerian dibanding-bandingkan,
tetapi Salt
to The Sea tidak sekuat Between Shades of Gray dari segi plot
dan bagaimana ia menghantui pembaca lama berselang setelah bukunya ditutup.
Peristiwa klimaksnya sendiri baru terjadi di sepertiga
bagian terakhir buku dan berlangsung sangat cepat. Saya pikir, seperti inilah semua tragedi terjadi. Begitu tiba-tiba, tidak terduga, dan berlangsung sangat cepat. Dan tahu-tahu saja, segalanya kacau-balau dan tak terkendali. Namun demikian, saya sangat menyukai
tokoh-tokohnya, kecuali Alfred. Tokoh favorit saya, tentu saja, adalah si
pujangga sepatu, Heinz dan si pengembara kecil, Klaus.
Dan meski tidak semendebarkan kisah cinta Lina -
Andrius, saya menyukai romansa yang terjalin di antara Joana - Florian—yang
ragu-ragu namun manis.
Bagaimanapun, Salt
to The Sea memiliki tragedinya sendiri. Dengan segala kengeriannya, Salt
to The Sea telah berhasil merekam "suara yang
hilang" dari tragedi peperangan dan pelayaran paling mematikan, sebelum
sempat didengar oleh dunia luar.
![]() |
Pic. credit: Rayanti Sari Dewi |
No comments:
Post a Comment