Author : Yann Martel
Publisher : Gramedia Pustaka Utama
Piscine Molitor Patel adalah remaja India yang unik. Dia menjadi pemeluk
tiga agama sekaligus--Hindu, Kristen, Islam--di usianya yang baru
menginjak 16 tahun. Karena pergolakan politik di negerinya yang terjadi
pada tahun 1977, ayahnya, pemilik kebun binatang Pondicherry, memutuskan
untuk hijrah ke Kanada. Dan terjadilah peristiwa naas tenggelamnya
kapal barang Jepang, tsimtsum di Samudera Pasifik. Pi Patel menjadi
satu-satunya korban selamat dalam peristiwa memilukan yang merenggut
nyawa keluarganya itu.
"Tapi aku ingin salat. Aku juga ingin jadi Kristen."
"Kau tidak bisa jadi dua-duanya. Kau mesti pilih salah satu."
"Kenapa aku tidak bisa jadi dua-duanya?"
"Itu kan dua agama yang berbeda. Tidak ada kesamaannya sedikit pun."
"Tapi mereka tidak bilang begitu. Abraham adalah nabi mereka. Orang Muslim bilang Allah orang Yahudi dan orang Kristen sama dengan Allah orang Muslim. Mereka sama-sama mengakui Daud, Musa, dan Yesus sebagai nabi."
Tapi apa urusan semua itu dengan kita, Piscine? Kita ini orang India!"
Saya
terkagum-kagum dengan cara Pi Patel bertahan hidup selama tujuh bulan
lebih di tengah samudera dengan persediaan makanan yang semakin tipis.
Saya harus berjuang keras menahan rasa mual saat mebaca bagian Richard
Parker membantai mangsa-mangsanya dan menularkan keahlian itu pada Pi
Patel yang memakan apa saja untuk bertahan hidup di laut lepas. Saya
terharu luar biasa saat Pi Patel menemukan pulau--yang ternyata pulau
karnivora. Dan saya harus takjub sekali lagi pada kecerdasan Pi Patel
saat menjawab pertanyaan-pertanyaan Mr. Okamoto--yang menyelidiki
penyebab tenggelamnya tsimtsum.
Mr. Okamoto:"...Sampai di mana kita tadi?"
Pi Patel: "Sampai di pepohonan tinggi rimbun yang akarnya menancap kuat ke dalam tanah."
"Untuk sementara, itu kita singkirkan dulu."
"Mungkin agak susah menyingkirkannya. Saya belum pernah mencoba mencabut pohon-pohon itu dan membawa-bawanya."
Mungkin
akan sedikit membingungkan di awal. Cerita ini diawali dengan kisah Pi
Patel di universitas, dan mundur pada kehidupannya di usia 16 tahun, dan
berakhir di Meksiko, sesaat setelah Pi kehilangan Richard Parker,
harimau Bengal yang menemani perjalanan laut tujuh setengah bulan-nya.
Tapi saya menikmati cerita kehidupan agama lain--di luar agama yang
saya anut di sepanjang kehidupan saya--yang bagi saya terasa seperti
kisah dongeng yang dulu saya gemari. Mengenal istilah-istilah baru--yang
terdengar sakral saat dibunyikan oleh lisan saya--adalah sebuah
aktivitas spiritual singkat yang menyenangkan. Sedikit banyak, saya
memelajari pola pikir masyarakat bangsa Asia Timur yang--dalam beberapa
aspek--mengingatkan saya pada masyarakat suku saya. Kesederhanaannya,
keterbukaannya, dan daya kritisnya yang spontan yang seringkali lebih
terdengar lugu ketimbang berapi-api.
Life of Pi
mengingatkan saya pada makna percaya dan kesungguhan yang--sudah
seharusnya--mengiringinya. Sehingga yang perlu kita lakukan setelahnya
adalah ... menunggu ... keajaiban. kejaiban dari kesabaran dari percaya.
Tentu, saya percaya Tuhan. Sangat percaya. Akan selalu percaya.
4/5 stars!
No comments:
Post a Comment