Author: Windry Ramadhina
Publisher: Gagasmedia
Ini bukan jenis karya yang bisa merebut gelar "luar biasa" dari lidahku.
Tapi
 anehnya, saya menangisi adegan Mahoni menatap foto wisudanya bersama 
papanya. Bersedih untuk Mahoni yang bertanya-tanya tentang makna 
pertemuannya kembali dengan Simon. Takjub dengan interaksi Mahoni-Sigi.
Memori,
 ditulis dengan kelincahan menawan dalam deskripsi latar, detil emosi, 
dan karakterisasinya. Disajikan dengan sudut pandang pertama tunggal, 
menjadikan cerita ini memiliki tantangannya sendiri. Windry Ramadhina 
mengeksekusinya dengan baik. Saya tidak akan terkejut jika dia pernah 
menjadi nominee dalam KLA 2009.
Ini drama keluarga berlatar belakang dunia arsitektur--yang sangat
 menarik perhatianku. Jelas, ini referensi arsitektur yang jauh dari 
membingungkan untuk seorang buta-arsitektur seperti saya--dan dengan 
bumbu romansa yang mengharukan, tentu saja. Lalu, adegan favorit saya, 
tentu saja ... adegan-adegan Mahoni-Sigi. Saya tidak akan pernah bisa 
menjadi Mahoni. Meski saya, sama keras kepalanya dengan dia.
         
 

 
 

No comments:
Post a Comment