Judul
buku: Hector and the Search for Happiness
Jumlah
halaman: 272 halaman
Penulis:
François Lelord
Penerbit: Noura Books
Tahun terbit: Oktober 2015
ISBN13: 9786023850020
Pada suatu masa, hiduplah seorang psikiater muda bernama Hector, yang merasa tidak terlalu puas dengan dirinya sendiri.Hector merasa tidak terlalu puas dengan dirinya sendiri, meskipun dia memiliki penampilan layaknya seorang psikiater professional: dia mengenakan kacamata kecil berbentuk bulat yang membuatnya terlihat cerdas; dia tahu cara mendengarkan keluh kesah orang dengan penuh simpati, sambil menggumamkan “mmm”; dia bahkan memiliki seuntai kumis kecil yang biasa dipelintirnya ketika sedang memeras otak (halaman 1)
Hector adalah seorang psikiater yang
menangani berbagai macam karakter klien. Klien-klien Hector datang kepadanya
dengan mengeluhkan betapa mereka tidak bahagia. Suatu hari, Hector memutuskan
untuk melakukan perjalanan ke beberapa tempat untuk mencari tahu arti
kebahagiaan yang sesungguhnya. Dari Cina sampai Afrika, Hector telah mengobrol
dengan Biksu hingga gadis bar; menemukan berbagai parameter kebahagiaan dan
memetik sekurang-kurangnya 20 pelajaran tentang kebahagiaan untuk dia catat
dalam bukunya.
Pelajaran no. 1: Membuat perbandingan bisa merusak kebahagiaan.Pelajaran no. 2: Kebahagiaan seringkali datang di saat-saat yang paling tidak terduga.Pelajaran no. 3: Banyak orang yang melihat kebahagiaan hanya berada di masa depan.…Pelajaran no. 5: terkadang kebahagiaan itu adalah tidak mengetahui seluruh kenyataan yang ada (halaman 66).
Meski buku ini dikisahkan dalam narasi panjang dengan narator
bersudut pandang orang ketiga, saya tetap bisa menikmati bukunya. Kisah-kisah
pertemuan Hector dengan beragam manusia dari berbagai ras terasa fragmentaris,
tapi membuat saya membayangkan kisah-kisah utuhnya di benak saya, setidaknya
dengan skenario yang memenuhi harapan saya sendiri.
Yang menarik bagi saya adalah hal-hal
tentang jatuh cinta. Membaca Hector seperti upaya membaca cara pandang lelaki
terhadap perempuan, cara mereka mencintai, keputusan mereka untuk jatuh cinta
tapi tidak mencintai untuk seterusnya, dan seterusnya.
Dia meraih buku catatannya dan menulis:Pelajaran no. 18: Kebahagiaan bisa berarti kebebasan untuk mencintai lebih dari sati wanita pada saat bersamaan.Masalahnya, tentu saja, para wanita tidak akan pernah menyetujui hal itu (halaman 164 – 165).
Pernyataan Hector ini membuat saya berpikir, sepertinya para
lelaki memang diciptakan dengan tabiat alami “mendua”.
Membaca kisah perjalanan Hector membuat saya banyak berpikir. Saya
memikirkan pencarian dan pertanyaan-pertanyan tentang kebahagiaan dan
upaya-upaya untuk merawatnya, yang tampaknya, akan selalu menjadi misi abadi
manusia. Sebab, kebahagiaan akan selalu berubah-ubah; parameternya tidak selalu
konstan. Akan selalu ada variabel pengacau. Akan selalu ada pengecualian. Hal
yang membuat kita bahagia hari ini, belum tentu akan sama dengan yang akan
membuat kita bahagia keesokan harinya.
Tapi seperti yang dinasihatkan sang biksu pada Hector, ada 3 jenis kebahagiaan
yang patut dirawat agar orang-orang mencapai stabilitas hidup: merancang cara
pandang positif akan segala sesuatu, merasa berguna bagi orang lain, dan melakukan
pekerjaan yang kita senangi. Dan saya cukup sependapat.
Meski tidak dibumbui konflik
menegangkan yang berarti, kisah Hector cukup memancing ras ingin tahu saya.
saya ingin tahu, berapa banyak hal yang dikumpulkan Hector di akhir cerita
untuk jadi oleh-oleh perjalanan untuk kami, para pembaca. Dan akhirnya, tiga setengah
bintang untuk perjalanan kontemplatif Hector!
No comments:
Post a Comment